JT - Titi Anggraini, Pakar Hukum dari Universitas Indonesia, mengemukakan bahwa calon kepala daerah yang terbukti mencatut nomor induk kependudukan (NIK) untuk mencalonkan diri seharusnya didiskualifikasi. Menurutnya, tindakan mencatut NIK sudah merupakan sebuah kejahatan yang tidak akan gugur meskipun calon tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) oleh KPU.
“Ketika dia mencatut (NIK), kan sudah ada kejahatan di situ. (Kejahatan itu) tidak gugur hanya karena sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh KPU,” ujar Titi dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Senin.
Baca juga : Pengamat: Debat Pilpres Ketiga Harus Bahas Isu Krusial Sektor Keamanan
Titi menekankan pentingnya ketentuan bagi calon perseorangan. Dalam proses validasi data yang dilakukan KPU, jika satu NIK terbukti diperoleh secara tidak resmi, maka calon tersebut harus menerima sanksi berupa diskualifikasi. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) berwenang untuk memberikan rekomendasi diskualifikasi sebelum keputusan tersebut dieksekusi oleh KPU.
“Ketika mereka mencatut, artinya kan mereka sudah melakukan kejahatan karena memanipulasi dan menyalahgunakan data pribadi warga,” tambah Titi.
Selain itu, Titi juga menyoroti bahwa partai politik yang mencatut NIK warga ketika mendaftarkan partai untuk pemilu seharusnya dikenakan sanksi. Ia menyarankan agar salah satu sanksi yang bisa diterapkan adalah melarang partai tersebut untuk berpartisipasi dalam pemilu di daerah pemilihan (dapil) yang terkait dengan pencatutan NIK.
Baca juga : Pramono-Rano Tampung Aspirasi Warga Jakarta Lewat "Jaring Asmara"
“Sanksi administratifnya adalah tidak boleh menjadi peserta pemilu di dapil tersebut,” jelasnya.
Titi juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap toleransi yang sering diberikan kepada mereka yang mencatut NIK, terutama dalam konteks pemilu. Ia menegaskan bahwa masyarakat yang terdampak pencatutan NIK sering mengalami berbagai masalah, seperti kesulitan dalam mendaftar sebagai CPNS, tidak dapat menjadi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), serta tidak bisa mendaftar ke perusahaan yang melarang pegawai terafiliasi dengan partai politik tertentu.