JT - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui studi terbaru mengenai pemetaan sumber emisi di sektor transportasi mengungkap bahwa kendaraan berat, terutama truk, merupakan penyumbang terbesar bagi berbagai jenis polutan, termasuk partikel halus (PM2.5).
Menurut laporan tersebut, kendaraan berat, khususnya truk, menyumbang emisi partikel (PM10, PM2.5, dan karbon hitam), nitrogen oksida (NOx), dan sulfur dioksida (SO2). Di sisi lain, sepeda motor lebih banyak berkontribusi pada emisi karbon monoksida (CO) dan senyawa organik volatil nonmetana (NMVOC).
Baca juga : PAD Sektor Parkir DKI Jakarta Dinilai Bocor, Potensi Capai Rp600 Miliar Tapi Baru Terealisasi Rp8,9 Miliar
Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Afan Adriansyah Idris, menyatakan bahwa hasil studi ini memberikan informasi dasar untuk memahami sumber polusi di Jakarta dan menjadi landasan untuk pengembangan kebijakan pengendalian polusi yang lebih tepat sasaran.
"Dengan data ini, Jakarta lebih siap menghadapi tantangan terkait polusi udara di masa depan,” ujarnya.
Studi ini juga menganalisis dampak dari berbagai skenario pengendalian emisi yang mencakup penerapan standar bahan bakar Euro IV, adopsi kendaraan listrik, dan penggunaan filter partikel diesel (DPF). Proyeksi menunjukkan bahwa penerapan standar bahan bakar Euro IV dapat menurunkan emisi polutan seperti PM10 dan PM2.5 hingga 70 persen pada tahun 2030, yang akan berkontribusi pada perbaikan kesehatan masyarakat, terutama dalam mengurangi penyakit pernapasan dan kardiovaskular yang sering lebih tinggi di kawasan perkotaan.
Baca juga : Pemprov DKI Targetkan Revitalisasi Trotoar Rasuna Said dan MT Haryono Selesai Desember
Studi ini dilakukan oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia melalui program USAID Clean Air Catalyst, bekerja sama dengan Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Puji Lestari. Studi ini memperbarui pemetaan sumber emisi di sektor transportasi di Jakarta, yang terakhir dilakukan pada tahun 2020.
Manajer Program Kualitas Udara WRI Indonesia, Satya Utama, menjelaskan bahwa laporan ini dapat membantu merancang kebijakan yang lebih komprehensif untuk pengendalian polusi udara.