JT - Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Triadi Machmudin, menegaskan bahwa sistem transportasi massal Bus Rapid Transit (BRT) Bandung Raya tidak dapat dipaksakan mengikuti model yang diterapkan pada Transjakarta di Jakarta. Bey menyoroti perbedaan karakteristik masyarakat dan kondisi jalan di Bandung Raya yang membuat model transportasi tersebut harus disesuaikan.
"Karakter masyarakat Bandung Raya berbeda dengan Jakarta dan daerah penyangga. Jalan di Bandung relatif kecil dibandingkan Jakarta, dan volume penggunaan kendaraan pribadi juga tinggi," ujar Bey di Gedung Sate Bandung, Minggu.
Baca juga : Pemkab Bekasi Raih Skor 4,08 dalam Evaluasi SPBE 2024
Ia menambahkan bahwa tata ulang angkutan umum di Bandung harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak meniru model koridor khusus seperti pada Busway di Jakarta.
Bey juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi udara yang sejuk di Bandung, berjalan kaki atau bersepeda menuju berbagai lokasi dapat menjadi alternatif yang baik bagi masyarakat.
"Saya sendiri berjalan kaki sekitar satu jam setiap pagi untuk menuju Gedung Sate, dan ini bisa menjadi contoh bagi masyarakat untuk beraktivitas sekaligus menjaga kesehatan," katanya.
Baca juga : Dinas Pendidikan Tangerang Edukasi Siswa tentang Manfaat Makan Bergizi Gratis
Sebelumnya, sistem BRT Bandung Raya direncanakan mulai beroperasi pada pertengahan 2024. Untuk mendukung realisasi ini, Direktur Lalu Lintas Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Ahmad Yani, menyatakan bahwa pihaknya bersama Bank Dunia telah menggelar pelatihan dan sosialisasi untuk meningkatkan kapasitas para pemangku kepentingan terkait BRT Bandung Raya. Pelatihan ini melibatkan pemerintah dan non-pemerintah di seluruh wilayah Bandung Raya, termasuk Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Sumedang.
Ahmad menjelaskan bahwa Bank Dunia memberikan pemahaman tentang semua syarat pembangunan sistem moda transportasi massal BRT, dari perencanaan hingga evaluasi.