JT – Ketua Komisi Informasi (KI) DKI Jakarta, Harry Ara Hutabarat, menegaskan pentingnya transparansi dalam pengelolaan perjanjian antara badan publik dan pihak ketiga terkait penyediaan fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos).

Menurut Harry, transparansi ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, terutama Pasal 11 ayat 1, yang menyatakan bahwa badan publik wajib menyediakan informasi setiap saat, termasuk perjanjian yang melibatkan pihak ketiga.

“Transparansi dalam penyediaan fasos dan fasum sangat penting. Ketidakjelasan atau keterlambatan dalam penyerahan fasilitas tersebut mengakibatkan ketidakpastian pembangunan ruang terbuka hijau yang menjadi hak masyarakat,” ujar Harry di Jakarta, Senin (25/11).

Harry menjelaskan bahwa ketika pengembang belum menyerahkan fasos dan fasum sesuai perjanjian, pemerintah daerah tidak dapat melanjutkan pembangunan yang telah direncanakan. Kondisi ini, katanya, dapat menghambat terciptanya kota yang layak huni dan menurunkan kualitas hidup masyarakat.

Ia juga berharap calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta memberikan perhatian serius terhadap isu transparansi ini. “Jika terpilih, apa langkah konkret yang akan Anda ambil untuk menjamin transparansi perjanjian antara badan publik dan pihak ketiga? Masyarakat membutuhkan kepastian agar pembangunan ruang terbuka hijau berjalan sesuai rencana,” ujarnya.

Harry menegaskan bahwa keterbukaan informasi mengenai perjanjian antara badan publik dan pihak ketiga tidak hanya memperkuat kepercayaan publik terhadap pemerintah, tetapi juga memungkinkan masyarakat untuk mengawasi implementasinya secara langsung.

Ia mengapresiasi beberapa inisiatif yang telah dilakukan, seperti penerapan sistem monitoring daring untuk memantau pengelolaan fasum dan fasos. Namun, ia menilai masih dibutuhkan regulasi yang lebih tegas untuk memastikan akses informasi yang mudah bagi publik.