JT – Dewan Pimpinan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI) menyerukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membatalkan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada Januari 2025 serta program pengampunan pajak (tax amnesty).
Ketua Umum DPP KNPI, Tantan Taufiq Lubis, menyebut bahwa kebijakan tersebut mencerminkan ketidakadilan.
Baca juga : Muhaimin tidak menampik peluang ajak Partai Demokrat gabung koalisi
Menurut Tantan, program tax amnesty cenderung memberikan keuntungan kepada wajib pajak dari kalangan kaya, sementara kenaikan PPN menekan masyarakat kecil yang sudah terbebani oleh melemahnya daya beli akibat inflasi.
"Rakyat kecil dihantam PPN, orang kaya mendapat pengampunan pajak. Hal ini menciptakan ketidakadilan yang dapat memicu gerakan pembangkangan sipil," ujar Tantan, yang juga merupakan Executive Board Ikatan Mahasiswa Doktoral Indonesia.
Ia menambahkan bahwa PPN dikenakan pada seluruh transaksi barang dan jasa, sehingga kenaikan ini akan berdampak langsung pada masyarakat kelas menengah ke bawah yang sudah menghadapi tekanan daya beli.
Baca juga : Baznas RI Luncurkan Program Beasiswa Cendekia 2024 untuk Mahasiswa dan Santri
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 53,08 persen terhadap PDB, hanya tumbuh 4,91 persen pada kuartal III-2024, lebih rendah dibandingkan kuartal sebelumnya. Hal ini juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi keseluruhan melambat menjadi 4,95 persen pada kuartal III-2024, turun dari 5,11 persen pada kuartal II-2024.
"Kenaikan PPN akan semakin melemahkan daya beli dan konsumsi rumah tangga, yang pada akhirnya memperlambat pertumbuhan ekonomi," jelas Tantan.