JAKARTATERKINI.ID - Pengamat energi UGM, Fahmy Radhi, menekankan pentingnya pemerintah untuk bersikap tegas dalam penerapan standar keselamatan internasional menyusul kecelakaan kerja di pabrik pengolahan nikel PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) di Morowali Industrial Park (IMIP), Sulawesi Tengah.
"Pemerintah harus menerapkan standar keselamatan internasional dengan target zero accidents untuk semua investor, termasuk investor asal China. Tidak boleh ada prioritas lebih terhadap masuknya investor smelter jika keselamatan diabaikan," ungkapnya di Jakarta, Selasa.
Baca juga : Revitalisasi Museum Transportasi TMII: Langkah Baru Menuju Edukasi dan Rekreasi
Fahmy menyatakan bahwa ledakan smelter di Morowali menunjukkan bahwa investor smelter sering mengabaikan standar keselamatan pertambangan. Meskipun demikian, implementasi standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) seharusnya merujuk pada standar internasional, bukan standar nasional atau China.
"Investor asal China cenderung meminimalkan biaya, termasuk biaya keselamatan pertambangan," tambahnya.
Fahmy juga mendesak agar audit keselamatan secara berkala diadakan untuk memastikan bahwa sistem keselamatan berfungsi sesuai dengan standar yang berlaku.
Baca juga : PP Muhammadiyah Tunjuk Muhadjir Effendy Sebagai Ketua Tim Pengelola Tambang
Sebagai informasi, ledakan di tungku smelter PT ITSS pada Minggu (24/12) di Morowali menyebabkan 13 orang meninggal, termasuk 4 tenaga kerja asing asal China dan 9 tenaga kerja Indonesia. Sebanyak 39 orang mengalami luka-luka, dengan 29 korban mengalami luka berat, 12 korban luka sedang, dan 5 korban luka ringan.
Dedy Kurniawan, Kepala Divisi Media Relations Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), mengungkapkan bahwa manajemen PT IMIP telah menanggung semua biaya perawatan dan memberikan santunan kepada keluarga korban. Dedy menjelaskan bahwa tungku smelter yang mengalami kebakaran sedang dalam proses pemeliharaan dan bahwa kecelakaan terjadi ketika sisa slag atau terak keluar dari tungku dan menyebabkan kebakaran.