JT - Indonesia menempati posisi kedua di dunia dalam minat perokok laki-laki dewasa, dengan persentase mencapai 58,4%, dan urutan ke-23 secara keseluruhan dengan 31,0%. Hal ini disebabkan oleh harga rokok yang masih dianggap terlalu murah.
Direktur Center of Human and Economic Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan, Roosita Meilani Dewi, menekankan pentingnya menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) secara merata untuk mengurangi dampak negatif dari konsumsi rokok.
Baca juga : DPR RI Kirim Surat Persetujuan Calon Kepala BIN ke Presiden Jokowi
"Kami mengusulkan untuk menaikkan cukai rokok minimal 25 persen per tahun untuk semua jenis rokok, sesuai dengan ketentuan UU Cukai yang menetapkan rata-rata cukai rokok hingga 57 persen, meski belum sepenuhnya diimplementasikan," katanya.
Pakar cukai rokok dari Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, menambahkan bahwa dukungan dari pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam mendukung kenaikan harga cukai rokok. Penelitian yang dilakukan di berbagai daerah, termasuk Lampung, Bali, dan Yogyakarta, menunjukkan bahwa kenaikan cukai efektif dalam mengurangi konsumsi rokok.
Ketua Udayana Central, Putu Ayu Swandewi Astuti, sepakat bahwa optimalisasi cukai merupakan langkah penting untuk mengendalikan konsumsi rokok di semua kalangan masyarakat.
Baca juga : Ombudsman Soroti Pembatasan Barang Penumpang dari Luar Negeri
"Pengendalian konsumsi rokok harus dilakukan dari berbagai aspek untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat," ujarnya.
Kenaikan cukai juga diharapkan dapat mencegah kemudahan akses masyarakat terhadap penjualan rokok, termasuk rokok batangan, serta menurunkan potensi penjualan kepada anak-anak. Harga rokok di Indonesia saat ini rata-rata hanya sekitar 2,87 dolar AS (sekitar Rp44.485) per bungkus, jauh di bawah rata-rata harga dunia yang mencapai 5,8 dolar AS (sekitar Rp89.900).