JAKARTA TERKINI - Pemerintah Indonesia menawarkan pengembangan produk turunan (hilirisasi) batu bara kepada China dalam upaya memacu dekarbonisasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Produk turunan yang ditawarkan antara lain peningkatan kualitas batu bara, briket batu bara, pembuatan kokas, dan batu bara cair.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Suswantono, menyatakan bahwa penawaran ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca sebagai bagian dari ratifikasi Perjanjian Paris. Salah satu langkah yang diambil adalah pengurangan konsumsi batu bara secara bertahap serta pengembangan alternatif produk turunan batu bara.
Baca juga : BKPM: Indonesia Butuh Investasi Rp13.528 Triliun untuk Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen
"Salah satu kebijakan dalam pengelolaan batu bara adalah mengurangi penggunaan batu bara seiring dengan penghentian operasional PLTU batu bara, serta mengembangkannya menjadi produk lain, khususnya gas untuk kebutuhan elpiji dan industri kimia lainnya seperti pupuk," kata Bambang di Jakarta, Rabu.
Bambang menjelaskan bahwa batu bara dapat diolah menjadi berbagai produk turunan yang berfungsi sebagai bahan baku industri maupun sumber energi. Ada enam produk pengembangan batu bara yang dapat dilakukan saat ini, yaitu peningkatan kualitas batu bara, briket batu bara, kokas, batu bara cair, serta gasifikasi batu bara termasuk gasifikasi bawah tanah.
Indonesia saat ini memiliki sumber daya batu bara sebesar 97,29 miliar ton dan cadangan sebesar 31,71 miliar ton. Sebagian besar sumber daya dan cadangan tersebut tersebar di Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Jambi, dengan sisa tersebar di Riau, Kalimantan Utara, Aceh, Bengkulu, Sumatera Barat, Papua, Sulawesi Barat, dan Jawa bagian barat.
Baca juga : Super Air Jet Luncurkan Rute Ambon-Jakarta, Sokong Ekonomi Lokal
Untuk mendukung percepatan pengembangan hilirisasi batu bara, pemerintah telah menyediakan insentif fiskal berupa keringanan pajak, serta mewajibkan perpanjangan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
"Saat ini sudah ada enam IUPK yang telah merencanakan pengembangan batu bara menjadi gas, pupuk, dan kokas. Statusnya saat ini sedang dalam tahap kajian keekonomian dan studi kelayakan, dan diharapkan pada tahun 2030 sudah bisa memasuki tahap commissioning," tambah Bambang.