JT – Anggota Komisi II DPR RI Guspardi Gaus mendorong pengetatan penjaringan calon komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI. Pernyataan ini disampaikan terkait kasus asusila Hasyim Asy’ari yang diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua dan Anggota KPU RI oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
"Ini adalah kejadian pertama yang kami alami, dan menjadi pelajaran bagi kita bersama. Proses penjaringan calon komisioner KPU RI harus semakin diperketat dengan menelusuri lebih detail rekam jejak para calon," ujar Guspardi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Baca juga : Komnas HAM Hargai Putusan PN Bandung dalam Kasus Pegi Setiawan
Guspardi menjelaskan bahwa kasus asusila Hasyim harus menjadi bahan introspeksi bagi semua pihak, baik DPR maupun Pemerintah, sehingga evaluasi dalam penjaringan dan pemilihan komisioner diperlukan. Ia meminta proses pemilihan calon komisioner KPU RI harus betul-betul memperhatikan setiap aspek rekam jejak, khususnya dari masa penjaringan yang dilakukan panitia seleksi (pansel) bentukan Pemerintah.
"Saat penjaringan komisioner KPU RI, calon dipilih oleh tim pansel yang dibentuk Pemerintah. Lalu, diserahkan ke DPR untuk dipilih melalui fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan). Nah, kasus asusila seperti ini baru sekali terjadi. Ini jadi pelajaran buat kita bersama," ucapnya.
Guspardi menegaskan bahwa dalam penjaringan calon komisioner KPU, tidak cukup hanya memperhatikan kemampuan terkait kepemiluan, tetapi juga perlu menelusuri rekam jejak yang berkaitan dengan etika.
Baca juga : Polri Catat Penurunan Kriminalitas dan Kecelakaan Selama Operasi Lilin 2024
Proses penjaringan komisioner KPU adalah melalui tim pansel yang dibentuk Pemerintah, yang nantinya akan menyetorkan nama-nama calon yang berjumlah dua kali lipat dari jumlah komisioner. Nama-nama itu kemudian diserahkan ke DPR untuk dipilih sejumlah tujuh orang melalui proses uji kepatutan dan kelayakan.
"Bisa di pansel langsung diperas. Kalau itu kebobolan juga, di Komisi II DPR harus lebih diperhatikan lagi juga urusan etika calon," ujarnya.