JT - Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkap bahwa sebagian pekerja migran Indonesia (PMI) perempuan yang menjadi korban kekerasan tidak melaporkan kasus mereka kepada pihak berwenang.
"Ditemui lima rintangan fundamental yang menghambat hak-hak pekerja migran perempuan atas keadilan dan pemulihan," kata Wakil Ketua Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin, dalam sebuah dialog di Jakarta.
Baca juga : BPJPH Wajibkan Produsen Barang Miliki Sertifikat Halal Sebelum 17 Oktober
Hambatan pertama adalah lokasi kejadian kekerasan yang sering berada di lintas daerah atau negara, menyulitkan proses pembuktian. Kedua, korban sering menghadapi kriminalisasi, penyiksaan, intimidasi, dan ancaman kekerasan dari aparat. Ketiga, adanya sikap diskriminatif dari aparat terhadap korban.
"Keempat, minimnya akses pemulihan selama proses peradilan pidana, dan yang kelima adalah keengganan korban melaporkan kasusnya secara pidana," tambah Mariana.
Dari tahun 2019 hingga 2023, hampir satu juta PMI berangkat, dengan 62% di antaranya adalah perempuan. Komnas Perempuan mencatat 1.683 kasus kekerasan terhadap pekerja migran perempuan selama periode tersebut, namun tidak semuanya dilaporkan.
Baca juga : Presiden Minta Penyelesaian Lahan IKN Tak Rugikan Masyarakat
Mariana menegaskan bahwa pekerja migran perempuan rentan terhadap berbagai bentuk kekerasan berbasis gender, termasuk fisik, seksual, dan ekonomi, yang dialami sepanjang proses migrasi.
Upaya untuk memastikan akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan perempuan pekerja migran adalah suatu keharusan dalam menjaga hak-hak mereka dan memerangi kekerasan berbasis gender. * * *