JT - Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tengah berupaya membangun komunikasi dengan AS, seorang anak perempuan difabel yang menjadi korban asusila di Kalideres, Jakarta Barat. Meskipun dihadapkan pada beberapa kendala, seperti penggunaan bahasa isyarat spesifik dan reaksi emosional AS saat ditanya tentang pelaku, upaya tersebut terus dilakukan.
Plt. Asisten Deputi Pelayanan Anak Kemen PPPA, Atwirlany Ritonga, menjelaskan bahwa dalam proses komunikasi, seringkali ditemui bahasa isyarat khusus yang hanya dipahami oleh AS dan keluarganya. Hal ini menambah kompleksitas dalam penanganan kasus ini.
Baca juga : Kemenkes Sebut Bayi Lahir Cukup Diberi ASI Ekslusif
"Anak korban disabilitas seringkali memiliki bahasa isyarat yang hanya dipahami oleh mereka atau keluarganya. Oleh karena itu, dukungan dan partisipasi keluarga sangatlah penting dalam proses komunikasi," ungkap Atwirlany.
Menanggapi reaksi emosional AS, terutama tangisannya saat pertanyaan mengarah kepada pelaku, Kemen PPPA mengakui kompleksitas motif di balik reaksi tersebut. Meskipun belum ada justifikasi pasti, trauma merupakan salah satu faktor yang mungkin memengaruhi.
Atwirlany menegaskan perlunya pendekatan yang komprehensif dalam menangani kasus ini. "Motif korban menangis tidak dapat disederhanakan, perlu ditelusuri secara lebih mendalam," tambahnya.
Baca juga : Polisi Ungkap Tersangka Pemerasan Meminta Ria Ricis untuk Transfer Uang Rp300 Juta
Hasil komunikasi dengan korban akan disinkronkan dengan Polres Metro Jakarta Barat untuk mendukung proses penyelidikan dan memastikan tidak terjadi penundaan yang berlebihan dalam proses hukum.
Suwondo, paman korban, menyatakan kesulitan yang dihadapi oleh Kemen PPPA dan Polres Jakbar dalam berkomunikasi dengan AS. Untuk mengatasi kendala ini, penerjemah bahasa seringkali dilibatkan.