Ankara/Kigali, 26/8 (JT) - Pemerintah militer Niger pada Jumat (25/8) memberikan tenggat waktu selama 48 jam kepada duta besar Jerman, Amerika Serikat (AS), dan Nigeria untuk meninggalkan negara tersebut.
Keputusan ini diambil sebagai tanggapan terhadap penolakan Duta Besar Jerman, Olivier Schnakenberg, untuk merespons undangan dari kementerian untuk berdiskusi pada Jumat, 25 Agustus pukul 11:00 waktu setempat. Selain itu, langkah-langkah lain yang diambil oleh pemerintah Jerman yang dianggap bertentangan dengan kepentingan Niger juga menjadi pertimbangan. Karena itu, Kementerian Luar Negeri Niger memberikan waktu 48 jam kepada Tuan Olivier Schnakenberg untuk meninggalkan wilayah Niger, sesuai dengan pernyataan resmi dari kementerian tersebut.
Baca juga : Israel Bunuh Tenaga Medis yang Akan Menolong Korban di Gaza Utara
Hal serupa terjadi terhadap Duta Besar Nigeria, Mohamed Usman. Penolakan Mohamed Usman untuk merespons undangan dari kementerian untuk berdiskusi pada Jumat, 25 Agustus pukul 11:30 waktu setempat serta tindakan lain yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan Niger, membuat Kementerian Luar Negeri Niger memberikan tenggat waktu 48 jam kepada Tuan Mohamed Usman untuk meninggalkan wilayah Niger.
Tidak hanya itu, pemerintah militer Niger juga memberikan waktu 48 jam kepada duta besar AS yang baru tiba. Duta Besar AS, Kathleen Fitzgibbons, yang tiba di ibu kota Niamey pekan lalu, telah dianggap tidak merespons undangan kementerian untuk berdiskusi pada hari sebelumnya.
Departemen Luar Negeri AS sebelumnya mengumumkan bahwa Fitzgibbons akan memimpin misi diplomatik untuk membantu mengatasi krisis politik yang terjadi di Niger.
Baca juga : Spanyol: Tindakan Diplomatik Israel Memalukan dan Keji
Sebelumnya, pemerintah militer Niger juga memberikan waktu 48 jam kepada duta besar Prancis untuk meninggalkan negara. Langkah ini diambil setelah Menteri Luar Negeri Prancis, Catherine Colonna, menyatakan solidaritas pada Duta Besar Niger di Paris yang menolak melepaskan jabatannya setelah pemerintahan militer berkuasa.
Kekacauan di Niger dimulai pada 26 Juli ketika Jenderal Abdourahamane Tchiani, mantan komandan pengawal presiden, memimpin intervensi militer yang menggulingkan Presiden Mohamed Bazoum.