JAKARTATERKINI.ID - Psikiater dr. Santi Yuliani, M.Sc.,Sp.K.J mengingatkan bahwa melakukan swadiagnosis (self-diagnosis) terhadap penyakit mental tidak disarankan, karena tidak ada mesin pencarian yang dapat memeriksa pasien secara detail.
"Tidak ada yang bisa menggantikan pertemuan langsung dengan seorang psikiater untuk membuat diagnosis. Bahkan melakukan perawatan sendiri juga tidak disarankan. Kita harus berhati-hati," ujar dr. Santi dalam “Dikit-Dikit Ngerasa Kena Mental Illness” yang disiarkan Kementerian Kesehatan melalui akun Instagram resminya di Jakarta, Senin.
Baca juga : Fesyen muslim alami peningkatan transaksi di Blibli
Dia menjelaskan bahwa banyak orang melakukan swadiagnosis penyakit mental karena beberapa alasan, termasuk stigma. Misalnya, ketika seseorang mengungkapkan bahwa mereka memiliki penyakit jantung, mereka biasanya mendapat dukungan dan disarankan untuk beristirahat.
Namun, ketika seseorang mengatakan bahwa mereka mengalami depresi, masalah mereka sering dianggap sepele, dan mereka mungkin dianggap kurang bersyukur atau bahkan dianggap gila.
Menurut Santi, ketika seseorang melakukan swadiagnosis dan menduga bahwa mereka mengalami gangguan mental, mereka mungkin tidak mengunjungi psikiater, tetapi malah mencoba mengobati diri sendiri.
Baca juga : Justin Timberlake Mengaku Bersalah Mengemudi dalam Keadaan Mabuk, Setuju Bayar Denda dan Tugas Sosial
"Namun, mencocokkan gejala dengan mesin pencarian tidak selalu memberikan diagnosis yang tepat. Oleh karena itu, sangat penting untuk berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog untuk mendapatkan diagnosis yang akurat. Jadi, mari hilangkan stigma terhadap kesehatan mental," tambahnya.
Santi juga menyebutkan bahwa alasan lain orang melakukan swadiagnosis adalah karena takut dengan biaya konsultasi. Namun, dia menegaskan bahwa layanan konsultasi psikiater dapat diakses melalui BPJS. "Banyak dokter memiliki pengalaman bertahun-tahun dan dapat memberikan bantuan yang sesuai dengan kasus yang dihadapi," katanya.