JT – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menyatakan bahwa pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di sejumlah daerah akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membutuhkan dukungan anggaran dari pemerintah pusat. Hal ini disebabkan keterbatasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
"Keterbatasan APBD pada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mengakibatkan tidak dapat terpenuhinya anggaran untuk kegiatan pengawasan PSU. Oleh karena itu, perlu dukungan dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan," ujar Bagja dalam rapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Baca juga : Pemkot Jaktim Tertibkan Ribuan APK di Masa Tenang Pemilu
Bagja menjelaskan bahwa pendanaan Pilkada berasal dari dana hibah APBD. Namun, sesuai aturan, sisa dana hibah yang tidak terpakai harus dikembalikan ke kas daerah paling lambat tiga bulan setelah penetapan calon kepala daerah terpilih.
Ketika suatu daerah harus melaksanakan PSU, Bawaslu provinsi diwajibkan untuk mengawasi prosesnya hingga selesai. Namun, keterbatasan anggaran menjadi tantangan utama.
Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 juga berdampak pada Bawaslu. Saat ini, hampir 50 persen anggaran Bawaslu diblokir, sehingga dana untuk pengawasan PSU di kabupaten/kota menjadi tidak mencukupi.
Baca juga : Wapres Minta Ulama Ikut Jaga Persatuan Bangsa Jelang Pemilu
"Hal ini juga berdampak pada pembentukan Sentra Gakkumdu di tingkat provinsi. Karena Bawaslu provinsi wajib mengembalikan sisa dana hibah ke kas daerah, maka pengawasan PSU mengalami kendala pendanaan," tambahnya.
Sebagai contoh, Bagja menyebut kasus di Banjarbaru, di mana dana telah dikembalikan ke kas daerah, sehingga pengaktifan kembali Sentra Gakkumdu untuk pengawasan PSU menjadi sulit.