JT – Nelayan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, menolak kewajiban penggunaan sistem pemantauan kapal berbasis sinyal "Vessel Monitoring System" (VMS) bagi kapal di bawah 30 Gross Ton (GT). Mereka meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut aturan tersebut karena dinilai memberatkan nelayan kecil.
"Kami menolak. Ini ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga," kata nelayan cumi, Haji Suhari, di Jakarta, Minggu.
Baca juga : Konsep Water Mist Generator : UpayaPj Gubernur DKI Untuk Menangani Polusi Udara
Regulasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 42 Tahun 2015 mewajibkan nelayan membeli perangkat VMS seharga Rp18 juta per unit, ditambah biaya perpanjangan tahunan. Selain itu, nelayan terancam sanksi denda jika melanggar zonasi tangkap ikan.
"Jangan memberatkan nelayan, apalagi banyak nelayan tidak paham teknologi seperti ini," ujar Suhari.
Nelayan lainnya, Ji Kasum, menyoroti risiko sanksi akibat ketidaktahuan nelayan tentang aturan zonasi.
Baca juga : Pemkot Jakarta Pusat Kembangkan Peran Posyandu melalui Enam Bidang Standar Pelayanan Minimal (SPM)
"Sudah ada nelayan yang kena sanksi. Itu tambah memberatkan," katanya.
Sementara itu, Ketua Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan (Gerbang Tani), Tri Waluyo, menyebutkan ada lebih dari 1.000 nelayan dengan kapal di bawah 30 GT di Muara Angke yang terdampak aturan ini.