JT – Inggris mendapat kecaman keras akibat mengurangi bantuan kesehatan ke sejumlah negara yang paling rentan di dunia, sementara pada saat yang sama, negara ini merekrut ribuan perawat dari negara-negara tersebut.
Hal ini terungkap dalam analisis baru dari Royal College of Nursing (RCN) yang dirilis pada Senin (6/1/2025).
Baca juga : Pentagon Lakukan Pengerahan Jet Tempur dan Kapal Perang di Wilayah Asia Barat
Analisis tersebut menyebut langkah ini sebagai "dua pukulan berat" bagi sistem kesehatan di negara-negara dengan kekurangan tenaga medis yang parah.
Antara tahun 2020 dan 2023, bantuan Inggris untuk proyek-proyek terkait kesehatan di negara-negara "daftar merah" yang mengalami kekurangan tenaga medis kritis, turun hampir 63 persen, dari 484 juta poundsterling (sekitar Rp9,8 triliun) menjadi 181 juta poundsterling (sekitar Rp3,67 triliun).
Sementara itu, pengeluaran untuk inisiatif yang bertujuan memperkuat tenaga kerja kesehatan di negara-negara tersebut bahkan turun lebih drastis, yaitu 83 persen, dari 24 juta poundsterling (sekitar Rp485,5 miliar) menjadi hanya 4 juta poundsterling (sekitar Rp80,9 miliar).
Baca juga : Ratusan Orang Dievakuasi Setelah Banjir di Australia
Meski ada pemotongan bantuan, jumlah perawat dari negara-negara tersebut yang terdaftar di Inggris Raya justru meningkat pesat.
Pada September 2020, terdapat 11.386 perawat yang terdaftar dari negara-negara "daftar merah", dan pada September 2024 jumlah ini melonjak hampir tiga kali lipat menjadi 32.543.