JT – Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, mendesak DPR dan pemerintah untuk merumuskan aturan terkait dominasi koalisi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres) secara proporsional.
Hal ini dinilai penting untuk mencegah dominasi koalisi yang membatasi pilihan rakyat dalam pemilu.
Baca juga : Perjalanan Spiritual Biksu Thudong: Mengungkap Keajaiban Rute Gunungpati
“Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 menyarankan adanya ambang batas maksimal koalisi agar tidak menjadi dominan. Dalam merumuskan angka, seperti persentase, pembentuk undang-undang harus menggunakan hitungan rasional,” kata Khoirunnisa dalam webinar daring di Jakarta, Senin (6/1).
Senada dengan Khoirunnisa, Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes, menekankan pentingnya pengaturan agar dominasi koalisi tidak terjadi. Namun, ia mengingatkan bahwa mendefinisikan dominasi koalisi adalah tantangan kompleks.
“Kerumitan utama adalah menentukan apa yang disebut dominasi. Apakah dominasi berarti lebih dari 50 persen, 2/3, atau ukuran lain? Ini perlu didefinisikan dengan jelas,” ujar Arya.
Baca juga : Komisi VII DPR Minta Presiden Terpilihnya Komitmen pada Transisi Energi
MK sebelumnya memutuskan untuk menghapus presidential threshold dalam Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut melanggar hak politik rakyat dan prinsip keadilan.
Putusan MK juga memberikan lima pedoman rekayasa konstitusional bagi pembentuk undang-undang, termasuk hak semua partai politik untuk mengusulkan pasangan capres-cawapres dan koalisi yang tidak menyebabkan dominasi.