JT - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menolak usulan untuk mengubah status Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menjadi lembaga ad hoc. Ia menegaskan, UUD 1945 telah mengatur bahwa KPU adalah lembaga bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
“UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengamanatkan bahwa pemilihan umum diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Itu termaktub dalam Pasal 22E Ayat 5,” ujar Zulfikar di Jakarta, Minggu (24/11).
Baca juga : Ekonom: Penambahan Jutaan Lapangan Kerja Dorong Optimisme Ekonomi RI
Menurut Zulfikar, segala perubahan terkait status KPU dan Bawaslu harus berdasarkan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia mendukung evaluasi terhadap kinerja penyelenggara pemilu, terutama dalam hal rekrutmen dan seleksi, namun menolak perubahan statusnya menjadi ad hoc.
“Evaluasi dalam rekrutmen dan seleksi penyelenggara pemilu di semua tingkatan perlu dilakukan agar menghasilkan penyelenggara yang berintegritas, capable, profesional, dan tidak mudah diintervensi,” jelasnya.
Zulfikar berpendapat bahwa status tetap justru memberikan stabilitas bagi KPU dan Bawaslu dalam menjalankan tugas, termasuk di tahun-tahun tanpa tahapan pemilu. “Tugas KPU dan Bawaslu tidak hanya saat pileg, pilpres, atau pilkada. Di luar itu, mereka dapat fokus pada sosialisasi, pelatihan, kajian, edukasi, dan literasi kepemiluan,” tambahnya.
Baca juga : Pelatih Shin Tae-yong: Menjaga Suasana Positif Usai Kekecewaan Melawan Bahrain
Usulan menjadikan KPU dan Bawaslu sebagai lembaga ad hoc muncul sebagai respons terhadap beban pelaksanaan pemilu serentak pada 2024, sekaligus untuk menghemat anggaran negara.
Namun, Zulfikar mengusulkan alternatif lain berupa pemisahan pemilu nasional dan lokal dalam revisi UU Pemilu. Menurutnya, langkah ini dapat memperkuat fungsi penyelenggara pemilu tanpa mengubah statusnya.