JT - Kepala Kantor Bahasa Provinsi Maluku, Kity Karenisa, menyatakan bahwa tiga dari 70 bahasa daerah yang terdata di Maluku telah punah. Bahasa-bahasa tersebut adalah Hoti, Kaiely (Kayeli), dan Piru, yang berasal dari wilayah Seram Bagian Barat.
"Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah bahasa punah di Maluku menurun dibandingkan 2019, dari delapan menjadi tiga bahasa. Namun, ancaman masih ada karena sekitar 19 persen bahasa daerah di Maluku tidak memiliki penutur muda," ujar Kity di Ambon, Senin (19/11).
Baca juga : PAD Kabupaten Bekasi dari Sektor Hiburan Hilang Rp8 Miliar Pertahun
Kity menjelaskan bahwa ketiadaan penutur muda menjadi faktor utama dalam kepunahan bahasa. Ketika generasi tua memilih menggunakan bahasa lain, seperti Melayu Ambon, regenerasi penutur bahasa daerah terhenti.
"Bahasa Melayu Ambon, meskipun menjadi alat komunikasi utama, turut melemahkan keberlangsungan bahasa daerah lainnya," tambahnya.
Pemutakhiran data pada 2022 menunjukkan bahwa beberapa bahasa yang sebelumnya dianggap punah, seperti Nila dan Serua, masih memiliki penutur, khususnya di Kecamatan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah. Begitu pula bahasa Hukumina dan Palumata, yang kini diidentifikasi sebagai bahasa yang sama.
Baca juga : Penjabat Bupati Bogor Sampaikan Belasungkawa Atas Meninggalnya Wisatawan di Kawasan Puncak
Kantor Bahasa Maluku menekankan pentingnya upaya pelestarian bahasa daerah untuk mencegah bertambahnya jumlah bahasa punah. Kajian vitalitas bahasa akan ditingkatkan untuk memastikan keberlanjutan 70 bahasa yang terdata.
Kity menambahkan bahwa masyarakat Maluku perlu disadarkan akan kekayaan bahasa daerah mereka. "Bahasa daerah adalah identitas yang harus dilestarikan bersama, bukan hanya mengandalkan satu bahasa pengantar seperti Melayu Ambon," tuturnya.