JT - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menekankan pentingnya pemantauan sampah laut sebagai landasan pembuatan kebijakan dan untuk mendorong lebih banyak pemerintah daerah (pemda) melakukan pengawasan dan pengambilan sampel sampah laut.
Dalam bimbingan teknis (bimtek) daring tentang pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut yang diadakan di Jakarta, Arum Prajanti, Pengendali Dampak Lingkungan Ditjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLH, menjelaskan ancaman serius yang ditimbulkan oleh sampah laut terhadap ekosistem, termasuk terhadap hewan laut yang berpotensi menjadi konsumsi manusia.
Baca juga : Prosedur Registrasi Akun Siswa di Portal SNPMB 2024
Untuk mendapatkan data yang menggambarkan kondisi keseluruhan Indonesia, Arum menekankan perlunya dukungan dari pemda dalam pengambilan sampel.
"Kita bersama-sama melakukannya, karena jika semuanya hanya dikelola oleh pusat, kita pasti tidak mampu menjangkau semua area," ujarnya.
Pemantauan sampah laut dilakukan dengan mengumpulkan sampel yang dikelompokkan menjadi tiga jenis: sampah mikro (kurang dari 0,5 cm), sampah meso (0,5-2,5 cm), dan sampah makro (2,5 cm hingga 1 meter), serta sampah mega (lebih dari 1 meter). Arum mencatat bahwa pemantauan untuk sampah meso dan makro telah dilaksanakan di 23 provinsi, namun pengambilan sampel hanya dilakukan di dua pantai per provinsi, sehingga tidak memberikan gambaran yang lebih luas mengenai kondisi sampah laut di wilayah tersebut.
Baca juga : Gerindra: Kabinet Prabowo Direncanakan Berisi 44-46 Kementerian
Dia menegaskan bahwa jika pemerintah daerah juga melakukan pemantauan, data yang diperoleh akan lebih komprehensif dan representatif.
"Sumber sampah di laut kebanyakan berasal dari daratan, baik dari pembuangan sembarangan dekat pesisir atau yang terbawa hingga ke muara sungai. Selain itu, limbah perkotaan yang tidak diolah dan aktivitas pariwisata di sekitar pesisir juga turut berkontribusi," jelas Arum.