JT – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kini mengarahkan cetak biru penanggulangan banjir ke wilayah Jakarta Selatan, menyusul kecenderungan banjir yang semakin sering terjadi di daerah tersebut. Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi, menyampaikan bahwa penanganan banjir akan difokuskan di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur karena pergeseran pola banjir dari wilayah Jakarta Utara.
“Banjir sekarang cenderung bergeser, tidak lagi hanya di wilayah Jakarta Utara, tetapi lebih ke arah Jakarta Selatan. Maka dari itu, konsep blueprint penanggulangan banjir juga diarahkan ke wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur," ujar Heru Budi di Jakarta, Selasa (15/10).
Baca juga : PMI DKI Jakarta Capai Target 1.000 Kantong Darah Per Hari, Peringati Hari Donor Darah Sedunia 2024
Heru juga menyoroti masalah penurunan muka tanah di beberapa titik di Jakarta Selatan yang perlu segera diantisipasi. Sebagai solusi, pemerintah akan membangun embung dan meningkatkan sistem pompa di beberapa kawasan rawan banjir seperti di daerah Kemang.
Pembangunan embung dan waduk di wilayah ini diharapkan dapat meningkatkan ketahanan kota terhadap ancaman bencana banjir. Heru menyatakan, pembangunan waduk dan embung sudah berjalan di beberapa wilayah Jakarta, termasuk di Jakarta Timur dan Jakarta Utara.
"Di Jakarta Utara, kita sudah memiliki cukup banyak rumah pompa, dan waduk besar yang sudah dibangun. Sementara di Jakarta Timur, ada banyak embung dan waduk sehingga relatif lebih aman dari banjir," jelas Heru.
Baca juga : Sudin SDA Jakbar Tangani Banjir di Kembangan Selatan dengan Pompa Apung
Tahun ini, Pemerintah Kota Jakarta Selatan menambah dua embung di lokasi berbeda, yakni di Jalan Pemuda, Jagakarsa, dan di SDN 01 Pesanggrahan. Pembangunan kedua embung ini diharapkan selesai pada akhir November 2024, untuk mengurangi potensi banjir di daerah tersebut.
Banjir di Jakarta dan sekitarnya tidak hanya disebabkan oleh faktor alam, seperti curah hujan yang tinggi, tetapi juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Salah satunya adalah penggunaan air tanah yang berlebihan untuk kebutuhan rumah tangga dan industri, yang berdampak pada penurunan muka tanah, terutama di Jakarta Selatan.