JT - Analis Komunikasi Politik dan Direktur Eksekutif Era Politik (Erapol) Indonesia, Khafidlul Ulum, berpendapat bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tidak perlu menambah jumlah komisi, meskipun terdapat penambahan kementerian pada kabinet pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Menurut Khafidlul, banyak kementerian memiliki tugas yang saling beririsan. Dia menilai penambahan komisi akan menambah beban anggaran, termasuk biaya untuk sekretariat, rapat, dan konsumsi.
Baca juga : Gunung Anak Krakatau Erupsi, Pemukiman di Pulau Sebesi Diimbau Waspada
“Penambahan komisi jelas tidak efisien dari sisi anggaran,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.
Sebagai contoh, dia menyebutkan bahwa Komisi XIII akan bermitra dengan beberapa kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan hukum, seperti Kementerian Hukum, Kementerian HAM, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta Komnas HAM. Khafidlul berpendapat bahwa semua kementerian dan badan tersebut seharusnya cukup berada di bawah Komisi III, yang sudah ada, tanpa perlu dibentuk komisi baru.
Lebih lanjut, Khafidlul mengkritik anggapan bahwa penambahan komisi akan meningkatkan efektivitas kerja DPR. Menurutnya, efektivitas tidak diukur dari jumlah komisi, melainkan dari bagaimana para anggota DPR melaksanakan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan dengan baik.
Baca juga : Jokowi Usahakan Bantuan Pangan Pemerintah Berlanjut hingga Juni
"DPR sebaiknya membatalkan rencana penambahan komisi, begitu juga rencana pembentukan Badan Aspirasi. Sebab, tugas DPR seharusnya tetap berfokus pada mendengarkan dan memperjuangkan aspirasi rakyat," kata Khafidlul.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan bahwa DPR RI telah sepakat untuk menambah alat kelengkapan dewan (AKD) menjadi 13 komisi untuk menyesuaikan dengan pos-pos kementerian pemerintahan yang baru. Pembentukan AKD baru ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas kerja DPR di masa mendatang. * * *