Dalam konferensi pers daring yang diselenggarakan oleh Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) pada Kamis, Hasbullah menyatakan, "Kalau WHO menganjurkan kenaikan cukai sampai 20 persen, bukti di Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan cukai rokok 10 persen belum cukup efektif menurunkan konsumsi tembakau, terutama di kalangan masyarakat miskin dan anak-anak."
Baca juga : Respons Sekjen PDIP terhadap Insiden Melabrak Rocky Gerung
Dia mengungkapkan bahwa bisnis rokok menghabiskan uang rakyat sebesar Rp450-500 triliun setiap tahun, di mana uang tersebut sering digunakan untuk memperkaya pihak-pihak tertentu melalui proyek-proyek yang tidak menguntungkan masyarakat.
Hasbullah juga menanggapi argumen yang menyebutkan bahwa industri rokok menyediakan lapangan pekerjaan bagi 6 juta orang, termasuk petani tembakau, dan mengkhawatirkan dampak rokok ilegal. Menurutnya, pemerintah seharusnya mengutamakan perlindungan terhadap 282 juta penduduk Indonesia, terutama anak-anak, agar tidak terpapar risiko negatif dari konsumsi rokok.
"Rokok telah terbukti secara ilmiah memberikan efek negatif terhadap kesehatan dan ekonomi. Jika kita terus membiarkan anak-anak terekspos, kita akan menghadapi kesulitan dalam penanganannya di masa depan," imbuh Hasbullah.
Baca juga : Gaungkan Budaya Indonesia, Menteri Kebudayaan Gagas "Indonesian Wave"
Meskipun ada orang yang mendapat keuntungan dari ketergantungan rokok, Hasbullah menyerukan pemerintah untuk mencari solusi agar rokok tidak terjangkau, dan menggunakan pendapatan dari cukai rokok untuk memberdayakan pekerja di industri tersebut.
"Para pekerja dapat dilatih untuk beralih ke pekerjaan yang lebih sehat, dan petani tembakau didorong untuk beralih ke tanaman lain yang lebih menguntungkan," jelasnya. * * *