Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Jepang mendesak pemerintah Indonesia untuk mengembalikan supremasi demokrasi terkait revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) setelah putusan Mahkamah Konstitusi No. 60/PUU-XXII/2024 dan No. 70/PUU-XXII/2024.
Fadlyansyah Farid, perwakilan PPI Jepang, menyatakan dalam pernyataan di Tokyo pada Kamis bahwa mereka menilai terjadi krisis konstitusi di Indonesia. Menurut PPI Jepang, tindakan DPR yang membahas revisi UU Pilkada tanpa mengindahkan putusan MK dinilai melanggar konstitusi dan berpotensi membahayakan keberlangsungan NKRI.
Baca juga : AHY Dianggap Salah Satu Kandidat Menteri Prabowo dari SMA Taruna Nusantara
Farid menegaskan bahwa semua putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat bagi seluruh warga negara dan lembaga negara. Dia mengkritik pembahasan revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR pada 21 September 2024, hanya sehari setelah putusan MK, sebagai tindakan yang tidak elok dan bijaksana, serta mencederai sikap kenegarawanan anggota DPR RI.
"Perubahan-perubahan yang diusulkan berpotensi menimbulkan sengketa antarlembaga tinggi negara, seperti Mahkamah Konstitusi melawan DPR RI, yang dapat mengakibatkan inkonsistensi dalam hasil Pilkada dan merugikan seluruh warga negara Indonesia," katanya.
Farid menambahkan bahwa konsekuensi dari tindakan tersebut bisa berupa runtuhnya demokrasi, kewibawaan negara, dan kepercayaan masyarakat, serta hukum yang merosot ke titik nadir. PPI Jepang mengimbau seluruh lembaga terkait untuk menghentikan revisi UU Pilkada dan bertindak arif, adil, dan bijaksana dalam menjunjung nilai-nilai kenegarawanan serta demokrasi.
Baca juga : Jamaah Majelis Mujahidin Yogyakarta Gelar Salat Id Lebih Awal
Selain itu, PPI Jepang mendukung agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera melaksanakan putusan MK No. 60 dan No. 70 tahun 2024 untuk mewujudkan kedaulatan rakyat sesuai dengan Pancasila. Mereka juga meminta Mahkamah Konstitusi menggunakan haknya untuk membubarkan partai politik yang melawan keputusan MK, mengingat bahwa melawan keputusan MK sama dengan melawan UUD 1945.
"Jika lembaga negara terkait tidak menghiraukan imbauan ini, kami akan melakukan demonstrasi daring. Merdeka!" tegas Farid. * * *