JT - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Sholihah mengungkapkan bahwa Indonesia masih menghadapi masalah serius terkait pekerja anak, dengan sekitar 1,14 juta anak terlibat dalam berbagai bentuk pekerjaan.
Dalam siaran mengenai Hari Anti Pekerja Anak Sedunia di Jakarta, Rabu, Ai menjelaskan bahwa anak-anak ini terlibat dalam dunia usaha sebagai tenaga kerja dan juga dalam pekerjaan informal, seperti menjadi anak jalanan atau pemulung.
Baca juga : Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Antisipasi Potensi Korban di Puncak Ibadah Haji
"Di KPAI sendiri, data mengenai anak yang dilacurkan cukup tinggi, terutama melalui prostitusi online, di mana hampir 80 persen adalah usia anak," ujar Ai.
Pekerjaan ini, lanjutnya, merupakan bentuk pekerjaan terburuk yang memberikan dampak buruk pada fisik dan psikis anak-anak. Menurut Konvensi Organisasi Buruh Internasional Nomor 138, usia minimal anak boleh bekerja adalah 15 tahun.
Ai juga menyoroti bahwa dalam penerapan Undang-Undang Ketenagakerjaan nasional, realita di berbagai daerah berbeda. Banyak orang tua yang menyuruh anak-anak mereka bekerja karena merasa mendapatkan manfaat ekonomi.
Baca juga : Nasdem Sambut Baik Jika PKS Gabung Koalisi Pemerintahan
"Misalnya di Karawang, ketika musim panen, sekolah-sekolah sepi karena anak-anak ikut panen di sawah. Contoh lainnya di Lombok, NTB, di mana anak-anak memanen tembakau," tambah Ai.
Ai menekankan bahwa isu pekerja anak adalah isu multidimensi, bukan hanya terkait ekonomi tetapi juga dalam pengasuhan dan pemenuhan hak-hak anak. Kolaborasi menjadi kunci dalam menangani masalah ini, seperti melalui program Kota atau Kabupaten Layak Anak (KLA). Dalam 24 indikator KLA, terdapat aspek tentang eksploitasi anak dan cara menanggulangi situasi pekerja anak.