JT - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menyebutkan biaya hidup tinggi menjadi faktor menurunnya jumlah pendatang baru atau warga yang merantau ke Jakarta, setelah Lebaran tahun ini.
"Banyak pemudik sekarang tidak mau membawa keluarga lagi ke Jakarta karena mereka sendiri sudah tertekan dengan biaya hidup, makin lama makin mahal," kata Yayat di Jakarta, Kamis.
Baca juga : Kecelakan Bus di Subang, DPRD DKI Minta Study Tour Dilakukan di Dalam Kota
Yayat menjelaskan, untuk biaya makan di Jakarta saja bisa menghabiskan Rp3 juta per bulan. Bahkan, hal itu belum mencukupi segala kebutuhan lainnya.
Terlebih, gaji para pekerja di Jakarta yang rata-rata sekitar Rp4 jutaan sehingga akan memilih hidup di kos atau kontrakan murah.
"Apalagi yang masih bujangan dari kampung itu satu indekos atau kontrakan bisa lima orang untuk menghemat biaya," ujarnya.
Baca juga : Panitia Keuskupan Atur Jadwal Bus Misa Akbar di GBK untuk Hindari Kemacetan
Selain itu, dia juga menyoroti baru diketahui fakta banyaknya warga memiliki KTP Jakarta, namun tidak tinggal di Ibu Kota sejak dilaksanakan penonaktifan nomor induk kependudukan (NIK) yang masih dilakukan hingga kini.
Menurut dia, data ini turut mendukung alasan biaya hidup tinggi menjadi faktor warga lebih memilih untuk tidak tinggal menetap di Jakarta dan memilih hidup di kota sekitarnya.
Bagikan
