JT - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan alasan di balik perbedaan awal puasa Ramadhan dan keseragaman Hari Raya Lebaran di Indonesia pada tahun 2024.
"Perbedaan ini disebabkan oleh variasi dalam kriteria pengamatan hilal dan perbedaan otoritas yang mengeluarkan penetapan tersebut," kata Peneliti Astronomi dan Astrofisika BRIN, Thomas Djamaluddin di Jakarta, Jumat.
Baca juga : PMI Pusat Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Jabodetabek
Thomas menjelaskan bahwa kriteria resmi yang diadopsi pemerintah Indonesia dan ormas Islam adalah tinggi minimal 3 derajat Celcius dan elongasi bulan dengan matahari sebesar 6,4 derajat, yang telah disepakati oleh para menteri agama di Malaysia, Brunei Darussalam, Indonesia, dan Singapura (MABIMS).
Namun, beberapa organisasi masyarakat atau ormas menggunakan kriteria berbeda, yakni wujudul hilal, sehingga menetapkan awal Ramadhan pada tanggal yang berbeda.
Meskipun demikian, Thomas menjelaskan bahwa tanggal Lebaran memiliki keseragaman baik dari pemerintah maupun organisasi masyarakat.
Baca juga : FSTPT: Polri Berhasil Tekan Angka Kecelakaan pada Nataru
Pada 9 April 2024, posisi Bulan di wilayah Indonesia sudah memenuhi kriteria MABIMS, yakni tinggi lebih dari 6 derajat dan elongasi sekitar 8 derajat. Oleh karena itu, saat sidang isbat tanggal 9 April 2024, diputuskan bahwa Idul Fitri jatuh pada 10 April 2024, sesuai dengan kriteria wujudul hilal yang telah dilakukan salah satu ormas.
Kasubdit Hisab Rukyat dan Pembinaan Syariah Kementerian Agama, Ismail Fahmi, meminta masyarakat untuk menghormati perbedaan dan saling menghargai terkait dengan perhitungan awal Ramadhan tersebut, serta mengawali bulan suci dengan kebaikan dan menjauhi kata-kata yang dapat menimbulkan kegalauan. * * *