JAKARTATERKINI.ID - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan bahwa fenomena puting beliung yang terjadi di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, bukanlah disebabkan oleh perubahan iklim, melainkan faktor-faktor yang bersifat lokal.
Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan, menyampaikan pernyataan tersebut untuk mengklarifikasi dugaan awal publik terkait pemicu puting beliung yang saat ini banyak beredar di berbagai platform media sosial.
Baca juga : Hambat Kebebasan Pers, AJI Indonesia Tolak Revisi UU Penyiaran
"Fenomena ini hanyalah efek lokal, bukan efek global," ujarnya dalam percakapan telepon di Jakarta, Jumat.
Eddy menjelaskan bahwa hipotesis terbentuknya puting beliung disebabkan oleh perubahan tata guna lahan di Rancaekek.
Dahulu, kawasan tersebut merupakan perkebunan jati yang hijau, menciptakan lingkungan yang relatif sejuk dan bersih. Namun saat ini, daerah tersebut telah berubah menjadi kawasan industri dan pemukiman padat.
Baca juga : KNKT Menilai Usia Pesawat PK-IFP Masih Relatif Muda
Menurutnya, industri banyak menghasilkan emisi gas rumah kaca yang menahan panas matahari. Hal ini menyebabkan Rancaekek menjadi kawasan bertekanan rendah yang menarik uap air dari daerah sekitarnya dan membentuk awan-awan besar cumulonimbus.
Pertemuan dua massa uap air dari arah timur dan barat, yang kemudian diperkuat dari arah selatan Samudera Hindia, menyebabkan ketiga massa uap air tersebut berkumpul di Rancaekek dan menciptakan puting beliung.