JAKARTATERKINI.ID - Pendiri Perkumpulan Generasi Muda (PGM) Malaumkarta, Torianus Kalami, menegaskan bahwa kepastian hukum dalam bentuk undang-undang dan regulasi untuk masyarakat adat dan tanah adat harus menjadi fokus bagi pemimpin terpilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Dalam wawancara di Jakarta pada Kamis sore, Torianus, seorang pemuda asli suku Moi yang tinggal di Kampung Malaumkarta, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, menyoroti kekurangan undang-undang khusus yang memberikan perlindungan hukum bagi hak masyarakat adat. Meskipun setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden menjanjikan dukungan untuk pelestarian lingkungan dan ekonomi hijau dalam kampanye mereka, masih belum ada undang-undang yang konkret.
Baca juga : Pengamat Sebut Debat Terakhir Jadi Ajang Capres Sampaikan Gagasannya
"Untuk memastikan keberpihakan terhadap janji-janji kampanye, visi, dan misi, menurut saya, regulasi adalah kunci. Tanpa regulasi, janji-janji tersebut tidak akan memiliki dasar yang kuat. Indikator keberpihakan adalah keberadaan regulasi," jelasnya.
Torianus khususnya menyoroti RUU Masyarakat Hukum Adat yang hingga saat ini masih belum disahkan menjadi undang-undang. Padahal, RUU tersebut penting untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan menjadi bukti keberpihakan bagi mereka.
"Keberpihakan dapat dibuktikan dengan adanya regulasi yang mengatur hak-hak masyarakat adat," ujarnya. Torianus juga menjabat sebagai Ketua Unit Pengelola Masyarakat Hukum Adat Malaumkarta.
Baca juga : KPU Situbondo Libatkan Organisasi Masyarakat dan Partai Politik dalam FGD Persiapan Pemilu 2024
Regulasi terkait masyarakat adat saat ini tersebar di beberapa undang-undang dan aturan setingkat menteri, termasuk Undang-Undang Nomor 41 tentang Kehutanan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Pengakuan terhadap hutan adat, misalnya, masih berada di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan skema perhutanan sosial. Dalam periode 2016 hingga 2023, pemerintah telah menetapkan 131 Surat Keputusan (SK) hutan adat yang tersebar di 18 provinsi dan 40 kabupaten dengan total luasan sekitar 244.195 hektare.