JAKARTATERKINI.ID - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan masyarakat terkait korelasi antara pengambilan air tanah berlebihan dan penurunan tanah, yang dapat menyebabkan fenomena land subsidence.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Dwi Sarah, mengungkapkan bahwa penurunan muka tanah memiliki hubungan erat dengan banjir rob di wilayah pesisir akibat naiknya permukaan air laut setiap tahun.
Baca juga : Kemenkes Siapkan 15 Ribu Fasilitas Kesehatan Untuk Layani Pemudik
"Penurunan tanah, yang umumnya bersifat perlahan, dapat disebabkan oleh faktor alami maupun antropogenik, terutama pengambilan fluida dari bawah permukaan," ujarnya dalam diskusi tentang kebencanaan geologi di Jakarta pada hari Kamis.
Sarah menekankan bahwa di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura), penurunan muka tanah sering kali diabaikan karena lajunya hanya dalam skala sentimeter. Namun, dampaknya sangat terasa dan meluas.
"Dengan kondisi bawah permukaan yang terdiri dari endapan muda yang rentan terhadap konsolidasi, baik secara alami maupun karena pengambilan air tanah atau beban bangunan, penurunan bisa mencapai laju 10 sentimeter per tahun," papar Sarah.
Baca juga : Pupuk Indonesia Bersiap Salurkan 9,55 Juta Ton Pupuk Bersubsidi Tahun Ini
Sementara itu, kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim terjadi sekitar 3-10 milimeter per tahun.
Sarah menambahkan bahwa kawasan pesisir yang mengalami penurunan tanah, ditambah dengan kenaikan muka air laut, menyebabkan banjir rob menjadi masalah yang tak terhindarkan bagi masyarakat di Pantura. Penurunan tanah juga mengakibatkan kerusakan infrastruktur dan membuat banyak bangunan menjadi miring.