JAKARTATERKINI.ID - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (RI) memastikan bahwa tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban selama kekerasan yang terjadi di Ekuador.
Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, menyatakan melalui pesan singkat pada Jumat bahwa berdasarkan komunikasi dengan komunitas WNI, hingga saat ini tidak ada WNI yang menjadi korban.
Baca juga : PM Lebanon Serukan DK PBB untuk Tekan Israel Segera Gencatan Senjata
Menurut catatan KBRI Quito, total WNI yang berada di Ekuador saat ini sebanyak 48 orang. Beberapa di antaranya adalah WNI yang berprofesi sebagai paderi atau misionaris yang tersebar di wilayah terpencil di luar wilayah Guayaquil. Sementara sebagian lainnya adalah staf dan keluarga KBRI yang bermukim di Ibu Kota Quito.
"Secara khusus, KBRI juga telah memonitor kondisi WNI di Guayaquil. Tercatat satu WNI perempuan tercatat menetap di wilayah tersebut, tetapi saat ini yang bersangkutan terpantau tengah berada di luar wilayah Equador," tutur Judha.
KBRI terus menjalin komunikasi dengan para WNI dan menyusun rencana kontingensi untuk antisipasi jika terjadi eskalasi yang semakin memburuk.
Baca juga : PBB Peringatkan Sudan Selatan di Ambang Kehancuran
Pada 8 Januari 2024, pemerintah Ekuador menetapkan kondisi darurat, yang dipicu kerusuhan di wilayah Guayaquil oleh kelompok geng bersenjata. Presiden Ekuador Daniel Noboa mengumumkan perang terhadap kartel narkoba setelah tiga hari gelombang kekerasan terjadi, ketika geng-geng tersebut bentrok dengan angkatan bersenjata negara itu. Bentrokan bersenjata telah menyebabkan 11 korban tewas dan tindakan kekerasan lainnya.
Gelombang kekerasan ini dipicu oleh kaburnya Jose Adolfo Macias, alias "El Fito", pemimpin "Los Choneros", organisasi kekerasan yang menguasai perdagangan narkotika di Ekuador dan diduga merupakan cabang Kartel Sinaloa, sindikat kriminal asal Meksiko. Pekan lalu, Macias melarikan diri dari selnya di penjara Litoral Guayaquil bersama dengan gembong narapidana lainnya. Dia menjalani hukuman 34 tahun penjara sejak 2011 atas perdagangan narkoba, pembunuhan, dan kejahatan terorganisasi.