JT – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan perlunya sinergi antara kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk memenuhi hak pendidikan bagi anak tidak sekolah (ATS) yang jumlahnya masih mencapai jutaan.
"Untuk menangani anak tidak sekolah, pemerintah pusat dan daerah perlu berangkat dari satu data Anak Tidak Sekolah (ATS), menganalisis kompleksitas faktor penyebab, dan menerapkan strategi lintas sektor," kata Anggota KPAI Klaster Pendidikan, Waktu Luang, Budaya, dan Agama, Aris Adi Leksono, di Jakarta, Senin.
Baca juga : Lewat MBG, Kemnaker-BGN Kolaborasi Buka Peluang Kerja Baru
Ia menyayangkan belum adanya strategi solutif dari pemerintah, terutama untuk mengatasi faktor non-ekonomi penyebab anak berhenti sekolah. Aris mencontohkan, anak korban kekerasan, kecanduan gim, atau terpengaruh kondisi sosial-budaya keluarga tidak cukup hanya diberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) atau bantuan beasiswa.
“Anak-anak seperti ini perlu pemulihan psikologis agar berani kembali ke sekolah,” ujarnya.
Selain itu, KPAI menyoroti perlunya menghadirkan layanan pendidikan alternatif di tempat khusus, seperti satuan pendidikan filial di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), serta pendidikan non-formal bagi anak korban narkoba yang sedang menjalani rehabilitasi di Loka Rehabilitasi BNN.
Baca juga : Indonesia Mengirimkan 241 Ribu Jamaah Haji pada Tahun 2024
Aris juga mengkritik lemahnya tindak lanjut pemda terhadap anak putus sekolah yang tercatat dalam Dapodik (Data Pokok Pendidikan) maupun EMIS (Electronic Monitoring Information System). Ia menekankan, masih banyak anak tidak tercatat dalam sistem ini, padahal mereka membutuhkan intervensi lebih cepat dan menyeluruh.
“Profil anak dan faktor penyebab putus sekolah bisa dipetakan dari data tersebut, lalu ditentukan intervensi yang sesuai kebutuhan masing-masing anak, dengan melibatkan dinas terkait secara spesifik dan berkelanjutan,” tegas Aris.