JT – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta berencana meniru strategi kota-kota besar seperti Paris dan Bangkok dalam menangani polusi udara. Saat ini, Jakarta memiliki 111 Stasiun Pemantau Kualitas Udara (SPKU), meningkat dari sebelumnya hanya lima unit.
“Bangkok memiliki 1.000 SPKU, Paris memiliki 400 SPKU. Ke depan, kita akan menambah jumlahnya agar bisa melakukan intervensi yang lebih cepat dan akurat,” ujar Kepala DLH DKI Jakarta Asep Kuswanto di Jakarta, Selasa (18/3).
Baca juga : Jakarta Pusat Kembali Gelar Pelatihan Mengemudi Gratis untuk 100 Orang
Ia menekankan bahwa keterbukaan data menjadi langkah penting dalam memperbaiki kualitas udara secara sistematis. Menurutnya, penyampaian data polusi udara harus lebih transparan agar intervensi lebih efektif. Bukan hanya langkah sesaat, tetapi juga strategi berkelanjutan yang luar biasa dalam menangani pencemaran udara.
DLH DKI Jakarta menargetkan penambahan 1.000 sensor kualitas udara berbiaya rendah (low-cost sensors) guna memperluas cakupan pemantauan dan meningkatkan akurasi data. Dengan langkah ini, sumber pencemaran dapat terdeteksi lebih jelas, termasuk polutan yang berasal dari luar Jakarta.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subbidang Informasi Pencemaran Udara BMKG, Taryono Hadi, menyatakan bahwa fenomena El Nino tidak terjadi secara global tahun ini. Musim kemarau di Indonesia yang biasanya dimulai awal April diperkirakan akan mundur hingga akhir bulan, dengan puncak intensitas tertinggi terjadi pada September.
Baca juga : Megawati Ingatkan Pramono-Rano agar Taat Arahan Presiden Prabowo
“Kami melihat adanya pergeseran pola musim kemarau tahun ini. Jika biasanya berlangsung lebih cepat, kini musim kemarau diperkirakan mulai lebih lambat dan puncaknya bergeser ke bulan September,” ujarnya.
Ia juga menyoroti bahwa curah hujan berperan penting dalam mengurangi polusi udara. Pada bulan-bulan kering seperti Juni hingga Agustus, kualitas udara di Jakarta cenderung memburuk karena meningkatnya konsentrasi polutan di atmosfer.