JAKARTATERKINI.ID - Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus Pasaribu, menyatakan bahwa kendaraan berteknologi hybrid masih menjadi pilihan yang relevan bagi konsumen di Indonesia yang beralih ke elektrifikasi.
"Pergeseran dari Internal Combustion Engine (ICE) ke Electric Vehicle (EV) akan berlangsung secara mulus selama 2024. Penjualan terbesar justru terjadi pada kendaraan hybrid. Kendala harga baterai yang masih mahal tetap menjadi tantangannya," kata Yannes kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Baca juga : Tingkat Penjualan Kendaraan Penumpang Suzuki Meningkat 60% pada Kuartal 1 2024
Pertumbuhan kendaraan elektrik berbasis hybrid menunjukkan tren positif sejak dua tahun terakhir. Pada tahun 2022, penjualan kendaraan hybrid mencapai 10 ribu unit dalam satu tahun, demikian juga dengan kendaraan elektrik.
Selama tahun 2023, tren penjualan kendaraan hybrid yang masih menggunakan mesin konvensional meningkat drastis menjadi 40 ribu unit hingga November 2023. Sementara itu, kendaraan elektrik murni, menurut data Gaikindo, hanya mencapai penjualan sekitar 14 ribu unit hingga November 2023.
Oleh karena itu, pemerintah dan produsen otomotif Indonesia masih perlu bekerja keras untuk mengedukasi konsumen agar mau beralih ke kendaraan bersih emisi pada tahun ini. Beberapa faktor, seperti kondisi pasar yang belum sepenuhnya mendukung, membuat tren beralih dari kendaraan konvensional ke elektrik penuh masih cenderung lambat jika dibandingkan dengan negara-negara lain.
Baca juga : GESITS Garuda, Motor Listrik Edisi Terbatas
Menurut Yannes, para produsen otomotif yang membawa berbagai kendaraan elektrik perlu memiliki strategi menyeluruh. Produk harus disesuaikan dengan pasar lokal, mempertimbangkan kondisi geografis, infrastruktur, preferensi desain, jangkauan baterai, dan tentu saja harga.
Jangkauan baterai yang lebih luas juga perlu menjadi perhatian khusus bagi produsen otomotif yang hendak menyediakan varian elektrik penuh untuk konsumen Indonesia.