JT - Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai pengawasan terhadap tata kelola minyak dan gas (migas) perlu diperkuat setelah munculnya dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah pimpinan di PT Pertamina Patra Niaga, PT Pertamina International Shipping, dan PT Kilang Pertamina Internasional.
Peneliti Pukat UGM Yuris Rezha Darmawan mengatakan pemberantasan praktik mafia migas tidak cukup hanya melalui penindakan terhadap pelaku, tetapi juga harus disertai dengan perbaikan sistem pengawasan yang lebih ketat.
Baca juga : Kemenkes: Belum Ada Laporan Kasus HMPV di Indonesia
"Dalam memberantas praktik-praktik mafia migas. Tidak hanya melalui penindakan terhadap pelaku, tetapi juga melalui perbaikan sistem pengawasan yang lebih ketat di sektor migas," ujarnya.
Menurut Yuris, kasus dugaan korupsi ini mencerminkan lemahnya pengawasan terhadap tata kelola migas, termasuk dalam kebijakan impor. Terlebih lagi, praktik tersebut berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, yaitu antara 2018 hingga 2023.
Ia menjelaskan skema korupsi tersebut diawali dengan pengondisian agar produksi minyak mentah dalam negeri menurun yang kemudian dijadikan dasar untuk melakukan impor minyak mentah.
Baca juga : Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Sarankan Sosialisasi Masif Terkait KRIS
"Modus seperti ini sebetulnya bukan yang pertama kali. Bahkan di kasus-kasus korupsi impor yang lain, modus korupsi terencana selalu dimulai dari pengondisian jumlah suatu produk sehingga pemerintah punya dalih untuk melakukan impor," jelasnya.
Lebih lanjut, Yuris menyebut proses impor tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai ladang korupsi, dengan cara pengondisian pemenang bagi perusahaan eksekutor impor serta praktik mark up harga impor.