JT - Hujan deras yang mengguyur Jakarta tidak menyurutkan semangat massa buruh untuk berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis. Mereka tetap menggelar aksi dengan tuntutan utama terkait kenaikan upah minimum dan pencabutan UU Cipta Kerja Omnibus Law.
"Persatuan Buruh berkumpul di sini untuk meminta kepada Presiden baru kita, Pak Prabowo, mengenai dua hal. Kami mendesak penghapusan Omnibus Law, setidaknya untuk klaster ketenagakerjaan, serta perlindungan petani. Kami juga menuntut penyesuaian upah buruh minimal 8 persen pada tahun 2025," seru orator aksi di hadapan massa.
Baca juga : Menteri PPPA Apresiasi Keberanian Penyintas Kekerasan Seksual Melapor kepada Aparat Hukum
Sekitar 3.000 buruh dari berbagai industri di Jabodetabek memulai aksi mereka dari ruas Jalan Medan Merdeka Selatan, tepatnya di depan Balai Kota DKI Jakarta. Pukul 10.10 WIB, ruas jalan tersebut dipadati oleh bus dan kendaraan bermotor yang membawa peserta unjuk rasa.
Massa aksi mengenakan atribut khas, dengan Partai Buruh mengenakan pakaian berwarna oranye, Serikat Pekerja Nasional (SPN) dengan seragam putih biru, serta Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Selain itu, terdapat juga Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan (FSPKEP) dengan pakaian hijau dan Federasi Serikat Pekerja Metal (FSPMI) dengan pakaian hitam. Masing-masing federasi dan serikat mengibarkan bendera yang bertuliskan nama lembaga masing-masing, dengan Partai Buruh memimpin jalannya massa.
Aksi kali ini juga diiringi oleh empat mobil komando yang disiapkan untuk mengatur jalannya demonstrasi.
Baca juga : Lima Pelaku Dugaan Penganiayaan di SMAN 70 Jakarta Dipindahkan ke Sekolah Lain
Dalam unjuk rasa ini, buruh menuntut kenaikan upah minimum pada 2025 sebesar 8 hingga 10 persen tanpa menggunakan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023. Selain itu, mereka mendesak pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja Omnibus Law, khususnya terkait klaster ketenagakerjaan dan perlindungan petani.
Aksi hari ini merupakan yang pertama dalam serangkaian aksi yang direncanakan berlangsung bergelombang dari tanggal 25 hingga 31 Oktober 2024 di masing-masing daerah, termasuk di kantor gubernur atau wali kota di 350 kabupaten/kota dan 38 provinsi.