JT – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan penghargaan kepada tiga anak berprestasi dalam puncak Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024. Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi atas dedikasi dan kontribusi mereka dalam memajukan kebudayaan nasional.
Dalam keterangan resmi yang disampaikan di Jakarta, Senin (30/9), ketiga anak tersebut adalah Zakia Minang Ayu dari Bangka Belitung, Nurul Khaerul Nisa asal Cianjur, Jawa Barat, dan Daneswara Satya Swandaru dari Gunung Kidul, Yogyakarta. Mereka dinilai memberikan kontribusi signifikan dalam bidang kebudayaan melalui karya dan prestasi di usia muda.
Baca juga : Jakut Evakuasi Sembilan Pohon Tumbang Akibat Angin Kencang
Zakia Minang Ayu, yang berasal dari Bangka Belitung, terinspirasi dari ibunya yang merupakan seorang pegiat seni sastra. Minat Zakia pada kesusastraan tumbuh sejak dini, didorong oleh lingkungan yang mendukung, baik dari keluarga maupun komunitas di luar rumah.
Belum genap berusia tujuh tahun, Zakia telah bergabung dengan Komunitas Pendongeng Cilik Kampung Dongeng di Bangka Belitung. Sejak 2021, Zakia telah memenangkan berbagai kompetisi mendongeng dan sastra. Di usia muda, Zakia juga telah menulis dan menerbitkan cerita anak serta komik edukatif, di antaranya Mentilin dan Burhan si Burung Hantu, Abangku, dan Gadis Berjilbab.
Nurul Khaerul Nisa, anak asal Cianjur, Jawa Barat, telah aktif di dunia seni sejak usia lima tahun. Ia berlatih seni karawitan dan tari Sunda di Sanggar Perceka, Cianjur, dan berhasil meraih berbagai penghargaan di bidang seni tradisional.
Baca juga : Baznas Salurkan 1.000 Paket Makanan untuk Mustahik di Jakarta Utara
Selain seni tari, Nurul juga memiliki bakat di bidang seni suara dan sering berpartisipasi dalam berbagai kompetisi. Pada 2021, Nurul menerima penghargaan dari Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat karena prestasinya dalam Rampak Kecapi. Cita-citanya adalah memajukan seni tradisi Sunda hingga dikenal di seluruh Indonesia dan luar negeri.
Daneswara Satya Swandaru dari Gunung Kidul, Yogyakarta, menunjukkan minat besar pada seni pedalangan sejak usia empat tahun. Ia tertarik pada wayang kulit setelah sering menonton pagelaran di video. Minatnya semakin berkembang ketika pada usia dini ia mulai belajar memainkan wayang kulit di Sanggar Pendhalangan Pengalasan di desa Wiladeg.