JT - Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengungkapkan bahwa tuntutan mitra ojek online (ojol) untuk mendapatkan status legalitas sebagai pekerja formal dapat membawa dampak negatif bagi mereka sendiri.
Nailul menilai bahwa pekerja ojol, yang merupakan bagian dari pekerja tidak tetap atau gig, sangat mengandalkan fleksibilitas waktu dalam bekerja. Jika formalitas sebagai pekerja diberlakukan, hal ini dapat mengubah sifat pekerjaan mereka dan menghilangkan fleksibilitas tersebut.
Baca juga : Kemenhub Imbau Masyarakat Patuhi Aturan Balon Udara demi Keselamatan Penerbangan
"Saya paham tuntutan mereka mengarah pada status pekerja bagi driver ojek online, yang memungkinkan mereka mendapatkan hak yang mereka inginkan. Namun, masalahnya adalah ketika statusnya berubah menjadi pekerja formal, bentuk kontraknya tidak lagi seperti pekerja gig. Mereka dapat kehilangan fleksibilitas pekerjaan dan aspek lainnya," ujar Nailul dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, Nailul memperingatkan bahwa formalisasi pekerja ojol bisa membuat mereka terjebak dalam pekerjaan berkualitas rendah tanpa adanya kesepakatan untuk mengembangkan kemampuan mereka.
Menurut Nailul, permasalahan utama bukanlah status sebagai angkutan umum. Sejak awal, tidak ada masalah terkait status angkutan umum atau bukan di ojek pangkalan. Isu legalisasi ojol ini sudah muncul sejak 2023, ketika Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengajukan draf Permenaker Ojek Online, yang ditolak oleh mayoritas pengemudi karena pembatasan jam kerja maksimal 12 jam.
Baca juga : Maruarar: Sekarang Momen Tepat untuk Memiliki Rumah
"Pembatasan jam kerja akan merugikan kami karena tidak fleksibel," kata Ketua Umum Gograber Indonesia, Ferry Budhi, saat melakukan aksi demo di depan Gedung Kemenaker, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mendukung usulan agar status dan ketentuan terkait ojol, termasuk kesejahteraan pengemudi, diatur dalam landasan hukum setingkat Undang-Undang (UU).