JT - Aparat penegak hukum Venezuela telah menahan lebih dari 2.000 orang menyusul kerusuhan massal yang terjadi setelah pemilihan presiden pada 28 Juli 2024. Pernyataan ini disampaikan oleh Presiden Nicolás Maduro.
Maduro menyebut bahwa para tahanan akan dipindahkan ke dua penjara dengan tingkat keamanan tinggi, yaitu Tocoron dan Tocuyito, dan akan menghadapi hukuman maksimal. Tindakan ini diambil setelah protes oposisi yang meluas, di mana beberapa aktivis terlibat bentrok dengan polisi dan melakukan vandalisme.
Baca juga : Korban Jiwa Akibat Topan Yagi di Vietnam Meningkat Menjadi 127 Orang
Pada 31 Juli, Maduro mengungkapkan bahwa lebih dari 1.200 orang telah ditahan sejak protes dimulai. Mereka diduga terlibat dalam perusakan infrastruktur negara, hasutan kebencian, dan terorisme. Maduro menekankan bahwa pemerintah berhasil mengatasi kerusuhan dengan cepat berkat kerjasama polisi, militer, dan masyarakat sipil.
“Dalam waktu 48 jam, kami berhasil mengatasi percikan fasis dengan bantuan konstitusi dan cara damai,” ujar Maduro dalam pidatonya.
Ia juga menambahkan bahwa 80 persen dari pelaku kekerasan yang membakar unit-unit pemilihan dan departemen regional Dewan Pemilihan Nasional telah ditahan.
Baca juga : Israel Gunakan Anjing untuk Menyiksa Tahanan Palestina
Pemilihan presiden pada 28 Juli lalu diumumkan dimenangkan oleh Nicolás Maduro dengan lebih dari 51 persen suara, menurut Dewan Pemilihan Nasional. Oposisi, yang mengklaim kemenangan telak, telah mengajukan lembar penghitungan suara dari tempat-tempat pemungutan suara.
Reaksi internasional terkait pemilihan tersebut mencerminkan ketegangan yang berkembang. Anggota parlemen AS dan Eropa mengklaim pemimpin oposisi Edmundo Gonzalez sebagai pemenang pemilihan dan mengancam akan meminta pertanggungjawaban Maduro jika ia menolak untuk menyerahkan kekuasaan.