JT - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menegaskan perlunya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Hal ini penting mengingat 65 persen daerah di Indonesia belum memiliki Rencana Aksi Daerah (RAD) pelindungan pekerja anak.
“Sebesar 75 persen wilayah di Indonesia sudah memiliki peraturan daerah (perda) pelindungan anak di 10 provinsi. Namun, 65 persen daerah tidak memiliki RAD. Situasi pekerja anak tidak bisa diselesaikan hanya dengan regulasi atau struktur pemerintahan, tetapi juga memerlukan integrasi dengan peraturan perundangan lainnya, termasuk RUU PPRT,” ujar Ai dalam konferensi pers di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Jumat.
Baca juga : Jenazah Mayor Purn Suwanda Dibawa Pulang oleh Keluarganya ke Cirebon
Ai menambahkan bahwa perda pelindungan anak sering kali hanya menjadi peraturan di atas kertas. RAD yang ada belum mencakup ketentuan untuk pekerja anak, dan fokusnya masih terbatas pada anak-anak korban kekerasan dan pornografi, tanpa mengatasi masalah anak yang terlibat dalam pekerjaan terburuk.
“Penting untuk dicatat bahwa banyak keluarga masih menempatkan anak sebagai aset. Ketika keluarga menghadapi masalah keuangan, sering kali anak-anak menjadi sasaran pekerjaan yang tidak layak,” jelasnya.
Ai juga menyoroti bahwa banyak anak yang terlibat sebagai pekerja rumah tangga tanpa bayaran yang memadai. Oleh karena itu, RUU PPRT dianggap sebagai langkah utama untuk memberikan perlindungan yang diperlukan.
Baca juga : Bapasnas: Bantuan Pangan Beras Kembali Disalurkan
“RUU PPRT harus mengintegrasikan perlindungan yang tepat untuk anak-anak, mengingat banyak dari mereka terlibat dalam pekerjaan informal yang tidak layak,” tegasnya.
Konferensi pers tersebut, yang diselenggarakan oleh Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan bersama KPAI, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan Komisi Nasional Disabilitas (KND), mendesak DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT guna melindungi pekerja dan pemberi kerja dari eksploitasi. * * *