JT - Pengamat tata kota Yayat Supriatna menyebutkan ketidakadaan otoritas tunggal yang memiliki wewenang lebih luas untuk mengatur dan mengelola seluruh sistem transportasi secara terpadu lintas wilayah administrasi masih menjadi salah satu tantangan utama dalam integrasi transportasi Jabodetabek.
Pengamat dari Universitas Trisakti itu dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Institut Studi Transportasi (Instran) di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa saat ini belum ada badan yang memiliki kewenangan penuh untuk mengatur dan mengintegrasikan seluruh moda transportasi di Jabodetabek.
Baca juga : 1.167 calon haji lunas tunda 2020 dan 2022 wajib selesaikan biaya haji
Meskipun Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), yang berada di bawah naungan Kementerian Perhubungan, telah memiliki beberapa program dan inisiatif, seperti JR Connexion Jabodetabek dan subsidi buy the service (BTS), kewenangan mereka masih terbatas.
Di sisi lain, Kemenhub juga memiliki peran dalam mengatur transportasi, yakni mengatur besaran subsidi yang diberikan kepada angkutan massal termasuk KRL Jabodetabek.
Yayat menilai integrasi tarif kombinasi KRL, MRT, LRT dan Trans Jakarta membutuhkan koordinasi teknis dengan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Baca juga : Program Makan Siang Gratis Masuk dalam Pembahasan RKP 2025
“Jika sepenuhnya subsidi layanan diberikan ke Pemprov DKJ maka otomatis kelembagaan Jabodetabek sepenuhnya menjadi kewenangan DK Jakarta,” katanya.
Yayat juga mempertanyakan apakah Dewan Aglomerasi, yang diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ), nantinya memiliki wewenang untuk mengatasi masalah integrasi transportasi di Jabodetabek.