JAKARTATERKINI.ID - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkap alasan mengapa perempuan lebih sensitif saat masa menstruasinya berakhir atau menopause pada usia sekitar 45-55 tahun.
"Menopause ada perubahan signifikan hilangnya hormon, karena perempuan yang rutin menghasilkan telur dari dua indung di dalam tubuhnya, kemudian di usia 50-an fungsinya hilang, telurnya habis, sehingga tidak ada lagi siklus hormon estrogen dan progesteron, maka mengalami perasaan-perasaan yang tidak enak di badan," kata Hasto dalam siniar yang diikuti di Jakarta, Kamis.
Baca juga : Dokter Jelaskan Perbedaan Flu Singapura dengan Flu Musiman
Ia menjelaskan, pada indung telur perempuan yang masih muda (ada dua di kanan dan kiri rahim), terdapat hormon estrogen dan progesteron, estrogen sebagai hormon kebahagiaan (rising star), sehingga saat meningkat, perempuan bisa mengalami perasaan bahagia dan berbunga-bunga.
"Contoh, baru saja menstruasi hari pertama hingga ketiga, naik estrogennya, biasanya suasana di situ happy, tetapi di ujung menstruasi, ada hormon progresteron yang putus, dia tinggi, setelah itu telurnya lepas, telur ovulasi, tinggal cangkangnya sehingga hormonnya mengalami withdrawal, kemudian ada perasaan uring-uringan," ujar dia.
Hasto juga menjelaskan, saat menopause perempuan dapat mengalami sindrom yang dinamakan hot flashes, dimana tubuh terasa panas.
Baca juga : Potensi Penyakit Kulit pada Musim Hujan
"Hot flashes termasuk salah satu sindrom menopause. Jadi menopause itu bisa menimbulkan gejala yang kompleks, kumpulan gejalanya berdebar-debar, hot flashes, emosinya agak sensitif," tuturnya.
Ia mengemukakan, gejala kompleks ini tidak mesti dialami semua perempuan, karena perubahan emosi yang dirasakan bisa berbeda-beda, tetapi peristiwa bahwa ketika menopause ada hormon yang itu pasti dialami semua perempuan.