JAKARTATERKINI.ID - Himpunan Fasyankes Dokter Indonesia (HIFDI) mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap risiko kesehatan dan keselamatan kerja para pekerja penyelenggara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
"Pemilu kali ini durasinya panjang dimulai dari Oktober 2023 hingga Desember 2024 kemudian berlanjut ke Pilkada dengan tahapan cukup padat dan banyak agenda," ucap Ketua HIFDI, dr. Zaenal Abidin, MH.Kes, saat diskusi daring Pekerja Penyelenggara Pemilu dan Hak Jaminan Sosial.
Baca juga : Anies: Kunjungan ke Kantor PDIP Jakarta untuk Bahas Pilkada
Menurutnya, durasi panjang Pemilu, terutama Pemilu Presiden (Pilpres) 2024, yang relatif bertekanan tinggi sebelum pasangan calon terbentuk, memberikan beban berat kepada petugas penyelenggara pemilu. Drama politik dan hukum yang terjadi di lembaga seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, hingga kejaksaan turut menambah tekanan pada penyelenggara pemilu.
Zaenal menyebut banyaknya kasus kematian dan sakit pada Pemilu 2019 tanpa diagnosis pasti menjadi momok menakutkan pada Pemilu 2024. Data KPU RI mencatat 894 petugas pemungutan suara meninggal dunia dan 5.175 orang sakit pada Pemilu 2019.
Belum jelas apakah pekerja Pemilu 2024 sudah didaftarkan sebagai peserta jaminan sosial, termasuk jaminan kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja dan jaminan kematian BPJS Ketenagakerjaan.
Baca juga : MAKI Imbau Masyarakat Tidak Memilih Calon Legislatif dengan Rekam Jejak Koruptor pada Pemilu 2024
HIFDI menekankan pentingnya pemeriksaan awal (MCU) dan perawatan sebagai dasar bagi penegak hukum jika terjadi risiko sakit atau kematian massal.
Bagi pekerja Pemilu 2024 yang memiliki penyakit yang membuat sulit menjalankan tugas berat, disarankan untuk disesuaikan dengan beban tugas yang diberikan. Zaenal juga menekankan hak setiap petugas Pemilu untuk mendapatkan pemeriksaan kesehatan sewaktu-waktu dengan biaya ditanggung negara.