JAKARTATERKINI.ID - Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, mengatakan bahwa kebijakan holistik menjadi kunci utama untuk menstabilkan harga beras, asalkan didukung oleh data pertanian yang valid.
"Melakukan kebijakan holistik dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan demikian, produksi akan meningkat karena petani tertarik untuk menanam selama masih menguntungkan," ujar Eliza, saat dihubungi di Jakarta pada hari Kamis.
Baca juga : Hutama Karya Dapatkan Kontrak Rp815 Miliar untuk Proyek Sungai dan Pantai
Menurutnya, impor seharusnya bukan solusi instan ketika terjadi kekurangan produksi dalam negeri. Evaluasi kebijakan dari hulu ke hilir diperlukan agar petani tetap produktif dan harga beras tetap terjangkau bagi konsumen.
"Kebijakan stabilisasi harga dengan impor sebaiknya tidak selalu dijadikan jalan pintas ketika terjadi kekurangan produksi dalam negeri. Lebih baik menerapkan kebijakan holistik yang dapat meningkatkan kesejahteraan petani," katanya.
Eliza menyatakan bahwa kenaikan harga beras dipengaruhi oleh faktor penawaran dan permintaan. Menurutnya, kebijakan instan pemerintah yang berencana mengimpor dua juta ton beras untuk tahun 2024 dianggap kurang tepat, mengingat Bulog sudah memiliki cadangan beras sebanyak 1,6 juta ton.
Baca juga : Suzuki Indonesia Alami Penurunan Ekspor di 2024, Fokus pada Pemulihan Ekonomi Global
Selain itu, ia menyoroti keterbatasan gudang Bulog yang tidak mampu menampung lebih dari tiga juta ton gabah atau beras petani, sehingga impor tidak akan optimal.
Eliza menyebutkan bahwa kebijakan impor seharusnya berdasarkan kebutuhan yang nyata. Jika digunakan untuk menutupi kekurangan produksi, impor sebaiknya menunggu hingga hasil panen raya tersedia.