JT – Sekretaris Komisi E DPRD DKI Jakarta Justin Adrian mengungkapkan bahwa lebih dari 3.000 siswa di Jakarta terancam putus sekolah akibat penerapan persyaratan nilai akademik di atas 70 bagi penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus. Persyaratan ini, menurut Justin, dapat meningkatkan angka putus sekolah, mengingat kecerdasan setiap anak berbeda-beda.
"Data Dinas Pendidikan DKI Jakarta menunjukkan bahwa 3.507 siswa penerima KJP Plus saat ini memiliki nilai di bawah 70. Jika persyaratan ini diterapkan, banyak anak yang berisiko kehilangan akses pendidikan," jelas Justin, di Jakarta, Senin.
Baca juga : Anggota DPRD: Tiap kecamatan dan kelurahan perlu mesin pembakar sampah
Penolakan dari Anggota Komisi E Justin menambahkan bahwa mayoritas anggota Komisi E menolak penerapan batasan nilai tersebut karena dikhawatirkan akan merugikan generasi penerus Jakarta. Mereka berpendapat bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu sering kali memiliki nilai akademik yang rendah, meskipun memiliki potensi besar di bidang lainnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sarjoko, menjelaskan bahwa persyaratan nilai di atas 70 berasal dari masukan Tim Transisi Gubernur dan Wakil Gubernur Terpilih. Hal ini bertujuan untuk memberikan kartu kepada pelajar yang memiliki kemampuan akademik lebih tinggi, agar mereka termotivasi untuk belajar lebih giat.
Sarjoko juga menambahkan bahwa meskipun hanya sekitar 2,6 persen siswa yang terancam kehilangan KJP Plus, hal ini tetap menjadi perhatian dan akan dibicarakan lebih lanjut dengan tim transisi.
Baca juga : Tiket Mudik Gratis Pemprov DKI Jakarta Ludes, Rano Karno: Alhamdulillah
KJP Plus dan Kebutuhan Siswa Kurang Mampu Beberapa anggota Komisi E, seperti Jhonny Simanjuntak, meminta Dinas Pendidikan untuk mengkaji ulang dan mencabut persyaratan nilai tersebut. Jhonny menekankan bahwa masyarakat yang kurang mampu biasanya memiliki prestasi akademik yang kurang baik, sehingga mereka justru yang lebih membutuhkan bantuan ini.
"Nilai akademik tidak bisa dijadikan patokan untuk menentukan apakah seorang anak cerdas atau tidak. Setiap anak memiliki kecerdasan yang berbeda," ujar Jhonny. Ia meminta agar standar nilai tersebut dicabut untuk memastikan bantuan pemerintah dapat tepat sasaran bagi yang membutuhkan.* * *