JT - Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun menyebut Amerika Serikat (AS) menerapkan standar ganda dalam menangani konflik yang berlangsung di Timur Tengah karena tidak berpihak kepada para korban yang sekarat di Gaza.
“Amerika berbicara bahwa kita perlu menjaga perdamaian di Timur Tengah. Perdamaian seperti apa? Perdamaian seperti apa? Jadi, menurut pendapat saya, yang pasti negara-negara ini tidak dalam posisi yang tepat untuk menangani konflik,” kata Dubes Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun dalam talk show di Jakarta, Jumat.
Baca juga : Sekjen PBB Desak Israel dan Lebanon Kembali Patuh pada Resolusi Dewan Keamanan 1701
Amerika Serikat disebutnya perlu mendukung suasana konflik antara Israel dengan Palestina untuk menjual senjatanya. Hal itu terlihat dari AS yang di berada dibalik Israel dengan memberikan berbagai dukungan. Termasuk sikap AS yang menentang Rusia, padahal Kiev menjadi negara pertama di dunia yang secara resmi mengakui Israel pada tahun 1948.
“Mengapa negara (AS) ini menentang Rusia? Ini permainan. Dan mereka perlu menciptakan konflik ini Karena senjata, ke mana mereka akan pergi dengan senjata itu? Mengapa mereka mengirimnya ke Israel? 'Sang juru selamat' dan senjata menyerang Gaza sama seperti Nagasaki dan Hiroshima,” ucapnya.
Biden yang saat itu menjadi wakil presiden di era kepemimpinan Obama, kata Al-Shun, dengan menjelaskan menyebutkan bahwa AS menghabiskan miliar dolar AS untuk mendirikan Israel dan bahkan jika Israel tidak ada, AS akan mulai bekerja mendirikan Israel karena Israel bekerja untuk keuntungan AS.
Baca juga : Presiden Xi Jinping dan Vladimir Putin Bertemu Sebelum KTT BRICS
“Dan dia, berkali-kali berkata, saya lebih Yahudi daripada mereka. Tetapi bagaimana Anda akan menyelesaikan masalah ini jika Anda seorang Yahudi? Karena orang Yahudi, mereka tidak menerima orang Palestina di tanah mereka. Itu berarti Anda membagi mereka dengan cara yang sama. Ini adalah standar ganda,” tuturnya.
Lebih lanjut, Al-Shun menyoroti standar ganda lain yang ditunjukkan oleh Amerika Serikat dan negara-negara Eropa terhadap penyelesaian konflik antara Palestina dengan Israel dengan tidak ada satu pun pemimpin dari negara tersebut yang berkunjung ke Palestina sejak 7 Oktober 2023.