JT - Konten kuliner, termasuk ulasan makanan, minuman, dan resep masakan, sering menjadi sorotan di media sosial, terutama selama bulan Ramadhan ketika umat Islam menjalankan puasa.
Tak jarang, dalam grup sejawat di aplikasi perpesanan, ada anggota yang membagikan konten kuliner, baik untuk memberikan informasi atau sekadar menghibur.
Baca juga : Istiqlal Sediakan 4.000 Porsi Makanan untuk Berbuka Puasa Selama Ramadhan
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah K.H. Cholil Nafis, konten kuliner yang banyak muncul di media sosial selama bulan Ramadhan bisa memiliki berbagai tujuan, seperti berjualan atau berbagi informasi tentang resep masakan.
Namun demikian, Cholil Nafis menegaskan bahwa membatalkan puasa hanya karena melihat konten makanan di media sosial merupakan tindakan yang berlebihan.
"Yang jelas kita ini harus cerdas, ramah, dan santun dalam bermedia sosial. Bahwa media sosial harus diumpamakan kita betul-betul hadir langsung dalam perbincangan yang terjadi, sehingga jangan sampai memberikan kesan jelek," katanya.
Baca juga : PMI Banda Aceh Gelar Safari Donor Darah Selama Ramadhan
Meskipun bercanda dalam konten kuliner di media sosial boleh, Cholil Nafis menekankan pentingnya tidak melampaui batas. Menurutnya, hal yang berlebihan tidaklah dianjurkan. Dalam bahasa Arab, ada pepatah yang mengatakan bahwa saat sesuatu melewati batas, yang baik menjadi buruk.
Perihal apabila seseorang sampai puasanya batal karena melihat konten makanan di media sosial, dosanya tentu ditanggung oleh yang bersangkutan, sementara si pengunggah yang memang niatnya bukan untuk menggoda tidak dibebani dosa. * * *