Penguatan Rupiah Terhadap Dolar AS Dipengaruhi Data Pengangguran dan Industri AS yang Ambruk
Jakarta, 16 Juni (Jakarta Terkini) - Analis Bank Woori Saudara (BWS), Rully Nova, menyatakan bahwa penguatan Rupiah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan hari ini dipengaruhi oleh data pengangguran dan data industri AS yang memburuk.
Penguatan Rupiah terhadap dolar AS diperkirakan tidak akan bertahan lama dikarenakan indeks dolar yang masih tinggi dan tren kenaikan yield obligasi AS, ujar Nova saat diwawancarai oleh Antara di Jakarta, pada hari Jumat.
Dari sisi domestik, pertumbuhan kredit perbankan dengan angka dua digit dan surplus perdagangan turut memperkuat Rupiah.
Pagi ini, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong, telah memperkirakan bahwa Rupiah berpotensi menguat terbatas akibat pelemahan dolar AS setelah data klaim pengangguran dan produksi yang lebih lemah dari perkiraan.
Klaim pengangguran aktual AS yang diperkirakan sebesar 249 ribu ternyata mencapai 262 ribu.
Namun, ekspektasi suku bunga pasca pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) masih menekan Rupiah. Setidaknya dalam satu minggu ke depan, dampak dari FOMC masih akan tetap ada, ungkap Leong.
Pada Kamis (15/6), Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra, menjelaskan bahwa Bank Sentral AS telah memberikan sinyal bahwa tidak akan ada pemangkasan suku bunga tahun ini. Target suku bunga acuan yang berada di angka 5,6 persen diperkirakan akan mengalami kenaikan sebanyak 1-2 kali.
Ini berbeda dengan harapan sebagian pelaku pasar yang mengharapkan adanya sinyal pemangkasan suku bunga dari the Fed, kata Tjendra di Jakarta pada Kamis (15/6).
Rupiah mengalami penguatan pada penutupan perdagangan hari ini sebesar 0,09 persen atau 14 poin menjadi Rp14.940 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.954 per dolar AS.
Sepanjang hari, nilai tukar Rupiah bergerak antara Rp14.925 per dolar AS hingga Rp14.951 per dolar AS.
Editor: Miko