JT - Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Disnakertransgi) DKI Jakarta berencana menggelar rapat dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Ditjen Migas) Kementerian ESDM terkait kelangkaan liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji 3 kilogram (kg) di Jakarta.
Kepala Disnakertransgi DKI Jakarta, Hari Nugroho, mengungkapkan bahwa pihaknya belum mengetahui alasan di balik adanya aturan baru yang melarang pengecer dan warung untuk menjual elpiji 3 kg. Oleh karena itu, rencana rapat dengan Dirjen Migas, Ahmad Muchtasyar, dan pihak terkait lainnya diperlukan guna memahami apakah kebijakan tersebut dapat meminimalisir hambatan distribusi.
Baca juga : Festival Bunga Rawa Belong 2024 akan Hadir di Jakarta Barat
“Aturan baru ini mempengaruhi distribusi gas, di mana agen langsung yang mengelola, dan pengecer tidak lagi terlibat. Kami belum memahami dampaknya, maka rapat bersama akan segera dilakukan,” ujar Hari, Selasa.
Rapat tersebut diharapkan dapat menemukan solusi untuk mengatasi kelangkaan elpiji 3 kg bersubsidi dan masalah terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) agar menjelang bulan Ramadan, pasokan gas dan harga kembali normal.
Selain itu, Hari menjelaskan perbedaan HET antara Jakarta dan daerah penyangga. Sejak delapan tahun lalu, HET elpiji 3 kg di Jakarta tetap di harga Rp16.000, sementara daerah penyangga sudah mengalami kenaikan menjadi Rp19.000. Perbedaan harga ini memicu masalah kelangkaan karena kuota gas di Jakarta bisa disalurkan ke wilayah penyangga.
Baca juga : Pelajar di Jakarta Utara Dimotivasi untuk Maksimalkan Potensi Diri
“Jika HET berbeda, daerah penyangga bisa mengambil alokasi gas dari Jakarta. Kami perlu mengevaluasi HET agar tidak ada disparitas yang memicu penyelewengan di lapangan,” tambah Hari.
Meski demikian, Hari menyatakan bahwa kajian oleh Dirjen Migas menunjukkan bahwa kenaikan HET diperkirakan tidak berdampak signifikan pada inflasi. Namun, ia tetap menekankan perlunya penyesuaian harga untuk menjaga kestabilan pasokan.