JT - Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) mengungkapkan bahwa klaim 'rokok elektronik 95 persen lebih aman' yang sering digaungkan tidak memiliki dasar ilmiah kuat dan diduga merupakan hasil manipulasi dengan keterlibatan sejumlah oknum akademisi.
“Klaim ini berasal dari artikel David Nutt dkk. di Jurnal European Addiction Research yang menggunakan metode Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA) berdasarkan penilaian subjektif, bukan uji komposisi laboratorium,” ujar Ketua RUKKI Mouhamad Bigwanto dalam keterangan di Jakarta, Rabu (18/12).
Baca juga : Mudik Pakai Mobil listrik? Ini Tipsnya
Bigwanto menambahkan bahwa para ahli dalam penelitian tersebut memiliki konflik kepentingan dengan industri rokok.
“Industri rokok menggunakan berbagai cara untuk menghindari regulasi, termasuk membangun hubungan strategis dengan akademisi, yang memberikan legitimasi palsu pada produk mereka,” katanya.
Menurut Bigwanto, prevalensi penggunaan rokok elektronik di Indonesia meningkat tajam dalam satu dekade terakhir, terutama di kalangan muda. Meski dipromosikan sebagai alternatif yang lebih aman, produk ini memiliki risiko kesehatan serius.
Baca juga : Mudik Pakai Mobil listrik? Ini Hal yang Perlu Diketahui
"Vietnam siap melarang peredaran rokok elektronik pada 2025, tetapi Indonesia justru menghadapi ancaman manipulasi narasi dari oknum akademisi yang didukung industri," jelasnya.
Ia mencontohkan kolaborasi antara Universitas Padjadjaran (UNPAD) dan Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHar), yang didanai Philip Morris International melalui lembaga Foundation for a Smoke-Free World (FSFW). Selain itu, Bigwanto menyoroti keterlibatan oknum ASN dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang juga memimpin Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO) dalam mendukung narasi menyesatkan.